JAKARTA — Bagi calon pengantin Muslim, memastikan pernikahan sah menurut hukum Islam adalah prioritas utama. Namun, masih banyak yang belum memahami dengan jelas apakah pernikahan tanpa saksi tetap sah atau tidak. Pertanyaan ini penting untuk dijawab karena berkaitan langsung dengan keabsahan akad nikah dan status pernikahan di mata agama. Menurut mayoritas ulama dari empat mazhab utama Islam (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali), jawaban tegas adalah: pernikahan tanpa saksi dinyatakan tidak sah. Saksi adalah salah satu rukun (pilar utama) dalam akad nikah yang tidak boleh ditinggalkan.
Keharusan adanya saksi dalam pernikahan bersumber dari hadits Rasulullah SAW yang sangat jelas dan tegas:
"Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan At-Tirmizi)
Hadits ini menunjukkan bahwa akad nikah memerlukan tiga elemen pokok yang tidak boleh terlewatkan: wali, calon mempelai laki-laki dan perempuan, serta dua orang saksi yang adil. Tanpa salah satu dari elemen ini, pernikahan dianggap tidak memenuhi syarat keabsahan menurut hukum Islam.
Mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali menyatakan secara tegas bahwa saksi nikah adalah syarat yang mutlak. Pernikahan tanpa dua orang saksi yang adil tidak akan sah dalam setiap kondisi apapun.
Mazhab Maliki memiliki pandangan sedikit berbeda namun tetap mewajibkan saksi. Menurut Imam Malik, saksi tidak harus hadir saat akad nikah berlangsung, tetapi wajib ada saat suami dan istri dipertemukan untuk pertama kali menjalin hubungan keluarga. Jika suami dan istri menjalin hubungan intim tanpa adanya dua saksi, maka pernikahan tersebut akan gugur dengan ketentuan jatuh talak otomatis.
Seorang imam besar, Ibnu Taimiyah, memiliki pandangan berbeda dari mayoritas ulama. Menurut beliau, saksi nikah bukan merupakan syarat sahnya pernikahan, melainkan hanya anjuran (mustahab). Dalam pandangannya, pernikahan tetap sah tanpa saksi selama pernikahan tersebut diumumkan kepada masyarakat luas. Namun, pendapat ini minoritas dan tidak diadopsi oleh mayoritas ulama di Indonesia maupun dunia Muslim pada umumnya.
Agar saksi dapat mengabsahkan pernikahan, seorang saksi harus memenuhi persyaratan ketat berikut:
Menurut hukum Islam berdasarkan pendapat mayoritas ulama, pernikahan tanpa dua saksi yang memenuhi syarat memiliki konsekuensi serius yang tidak dapat diabaikan:
Di Indonesia, regulasi pernikahan Islam melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 25 mengikuti pendapat mayoritas ulama yang mewajibkan hadirnya saksi. Saksi pernikahan harus berupa laki-laki Muslim yang adil, berakal, sudah baligh, dan tidak mengalami gangguan ingatan, serta tidak tuna rungu atau tuli. Oleh karena itu, jika hendak menikah secara sah menurut hukum Islam di Indonesia, kehadiran dua saksi yang memenuhi syarat adalah keharusan mutlak.
Saksi dalam pernikahan bukan sekadar formalitas, bukan pula kesempurnaan yang opsional, melainkan rukun (syarat utama) yang menentukan keabsahan pernikahan dalam Islam. Dari sebagian besar ulama, mazhab, hingga hadits Rasulullah dan hukum Indonesia, semuanya mewajibkan adanya saksi sebagai syarat sah pernikahan.
Wallahu A'lam.
(Rahman Asmardika)