KETIKA Nabi pertama kali menyampaikan risalah Islam, para pengikutnya yang paling awal adalah orang-orang miskin, para budak, dan hamba sahaya.
Nabi mengajarkan tauhid dan prinsip persamaan bahwa kedudukan manusia sama di hadapan Allah dan yang membedakan status manusia adalah ketakwaannya. Karena itulah nabi mencintai orang miskin, sebab hati mereka lebih mudah tersentuh risalah tawhid ketimbang para pembesar Quraisy yang angkuh membanggakan harta dan kebesaran sukunya.
Sepanjang hidupnya Nabi SAW mencintai fakir miskin dan bahkan hidup dalam kebersahajaan. Dalam doanya Nabi berkata “Allahumma ahyani miskinan wa amitni miskinan wahsyurni fi zumrat al-masakin.” Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan bangkitkanlah aku kelak bersama golongan orang-orang miskin.”
Rasul memilih hidup miskin, meskipun beliau bukan orang miskin. Seperlima dari hak beliau atas harta rampasan perang selalu dibagi-bagikan kepada orang miskin. Keluarga beliau tidak pernah berlimpah harta, bahkan Fatimah, putri beliau, bekerja keras menggiling jagung untuk menghidupi keluarganya. Suaminya Ali RA bekerja menimba dan mengangkut air hingga pernah mengeluh dadanya sakit.
Kecintaan beliau terhadap fakir miskin merombak tatanan sosial baru. Agama Islam bukan hanya mengajarkan prinsip persamaan antara orang-orang kaya dan miskin, tetapi juga mencela mereka yang tidak membela dan menyayangi orang-orang miskin. Alquran Surat al-Ma’un (QS 107: 1-3) berisi kecaman keras terhadap mereka yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin. Alquran menyebutnya sebagai orang yang mendustakan agama.