Kehadiran Muslim di Luar Angkasa
Ada beberapa upaya oleh badan antariksa di negara Muslim untuk mengatasi perkara ibadah para astronot Muslim di luar angkasa.
Misalnya, Badan Antariksa Nasional Malaysia (ANGKASA) mensponsori konferensi 150 ilmuwan dan cendekiawan Muslim untuk membahas masalah kiblat yang harus ditentukan ketika seseorang berada di luar angkasa.
Konferensi yang diadakan pada April 2006, menyimpulkan bahwa astronot harus menentukan kiblat sesuai dengan kemampuan mereka. Bersamaan dengan hasil konferensi, sebuah dokumen di produksi pada awal 2007 dengan judul: ‘Pedoman Melakukan Ibadah di ISS’ dan sudah disetujui oleh Dewan Fatwa Nasional Malaysia.
Dokumen tersebut berfokus pada aspek-aspek terperinci tentang salat, puasa, dan wudhu di samping ritual Islam lainnya yang harus dilakukan oleh astronot Muslim di ruang angkasa setiap hari.
ISS adalah stasiun ruang angkasa ke-9 yang bekerja sebagai satelit buatan yang dapat dihuni di orbit Bumi yang rendah. Ini adalah proyek bersama antara NASA, Roscosmos, ESA, JAXA Jepang, dan CSA Kanada; di mana kepemilikan dan penggunaannya ditetapkan oleh perjanjian antar pemerintah.
Stasiun ini berfungsi sebagai laboratorium penelitian mikro-gravitasi dan lingkungan luar angkasa di mana anggota kru melakukan percobaan dalam ilmu biologi, biologi manusia, fisika, astronomi, meteorologi, dan bidang lainnya.
Stasiun berusia 21 tahun ini juga cocok untuk pengujian sistem dan peralatan pesawat ruang angkasa yang diperlukan untuk misi ke bulan dan Mars.
(Renny Sundayani)