Produk bersertifikat halal naik tajam hingga hampir 200.000 pada tahun lalu. Namun produk bersertifikat halal ini tak hanya makanan, namun juga kulkas hingga sarung ponsel.

Lalu apakah ini semata tren bisnis produk-produk halal atau malah kapitalisasi agama?
Tiga dekade lalu, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) dibentuk untuk menenangkan masyarakat yang resah akibat rumor lemak babi pada sejumlah produk makanan. Namun seiring waktu berjalan, apa yang diperiksa badan MUI itu tidak hanya sekadar makanan dan minuman, tapi produk-produk lain seperti pakaian, detergen, alat masak, bahkan barang elektronik.
Seorang warga Cianjur, Jawa Barat, Irma merupakan salah satu pemilik kulkas berlogo halal. Ia mengatakan, baru tahu kulkas itu berlogo halal saat barang itu dikirim dari toko ke kediamannya.
"Baru sadar setelah dikirim, baru ngeh aja kok ada logo halalnya. Kayak makanan aja. Saya sama keluarga ngakak saja lihatnya," ujarnya seperti dilansir BBC beberapa waktu lalu.
Menurut Irma, tidak penting jika barang elektronik bersertifikat halal. Baginya yang harus bersertifikat halal adalah makanan, minuman, juga barang-barang lain yang dikonsumsi seperti kosmetik.
Apa yang membedakan kulkas halal dengan kulkas pada umumnya?
"Saya juga nggak tahu kalau merek lain prosesnya seperti apa, bahan bakunya seperti apa. Cuma kalau kita memang sudah mengajukan ke MUI, 'boleh deh punya saya disertifikasi', dicek apakah memungkinkan atau tidak (mendapat sertifikat halal)," kata Asisten Manajer Strategi Produksi PT Sharp Electronics Indonesia, Afka Adhitya.
Afka mengatakan, kulkas itu disebut halal karena semua bahan baku juga proses produksinya memenuhi syarat halal dari MUI. Selain kulkas juga ada microwave oven halal.
Menurut Afka, produk halal tersebut dipasarkan untuk menyediakan rasa aman dan nyaman di masyarakat.
Wakil Direktur LPPOM MUI Sumunar Jati mengatakan, tidak ada ketentuan yang mengharuskan barang elektronik untuk mendapat sertifikasi halal. Namun, LPPOM MUI juga tidak bisa menolak permintaan sertifikasi tersebut.
Meski begitu, Sumunar mengatakan, analisis terhadap halal atau tidaknya kulkas bisa dilakukan karena ada bagian kulkas yang berpotensi bersentuhan dengan makanan yang disimpan.
"Ada bahan dari kulkas itu yang berasal dari plastik, yang mana ada potensi pembuatan plastik itu menggunakan emulsifier yang bisa berasal dari yang tidak halal," ujarnya.
Sumunar menilai apa yang dilakukan produsen itu bertujuan untuk meningkatkan value-added dari produknya.
Di sisi lain, pengamat Islam moderat Neng Dara Affiah, yang juga dosen sosiologi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mengkritik sertifikasi halal untuk produk-produk non makanan dan minuman.
"Itu nggak bisa, itu namanya kapitalisasi agama itu. Nggak bisa ditolerir itu," ujarnya.
"Buat apa lemari es dilabeli halal? Memang ada orang yang mau makan lemari es?"