MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) akhir-akhir ini gencar menggelar standardisasi dai. Para pendakwah diundang untuk kemudian diberikan pembekalan agar dakwah mereka semakin berkualitas.
Menyikapi hal ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga ulama Nahdatul Ulama, mengatakan ada dua hal mengapa standardisasi dai diperlukan atau diterapkan. Pertama, standardisasi perlu untuk menjamin kompetensi para dai.
Para dai yang sudah dikenal di masyarakat secara umum memiliki kapabilitas keilmuan keislaman yang mumpuni. Namun, beberapa ada yang masih memiliki cela seperti salah membaca ayat Al-Quran atau hadist sehingga maknanya berubah total. Padahal, posisi dai sangat penting di tengah masyarakat utamanya sebagai panutan dan rujukan.
“Kompetensi ini penting jangan sampai dai tidak menguasai yang didakwahkan, apalagi salah. Dai adalah panutan bagi masyarakat,” ujar Ma’ruf Amin sebagaimana dikutip dari laman resmi MUI pada Selasa (17/12/2019).
Ilustrasi. Foto: Istimewa
Ia mencontohkan, pernah ada suatu khatib yang membaca khotbah seharusnya mengucapkan “al-yauma akmaltu lakum diinukum” menjadi “al-yauma akmaltu lakum dainukum”. Makna yang seharusnya aku sempurnakan agamamu berubah menjadi hutang-hutangmu.
Pada contoh yang lain, Ma’ruf menceritakan bahwa ada pula dai yang menyatakan “waquulu qaulan sadiida” dikatakan “waquulu qaulan syadiida”. Perbedaan satu huruf saja mengubah makna yang saling berjauhan. Makna berkatalah dengan perkataan yang lembut menjadi perkataan yang keras.