Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, beliau berkata,
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، كَانَ إِذَا كَانَ بِمَكَّةَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَجْمَعَهُ إِمَامٌ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ، فَإِنْ جَمَعَهُ الْإِمَامُ يُصَلِّي بِصَلَاتِهِ
“Sesungguhnya Ibnu ‘Umar jika salat di kota Mekah, dia salat dua raka’at (maksudnya dengan diqasar). Kecuali jika dia salat jama’ah dengan imam setempat (penduduk Mekah), dia salat mengikuti salat mereka (yaitu empat raka’at). Jika dia salat berjama’ah bersama imam (muqim), maka dia salat mengikuti salat mereka (yaitu tidak diqasar).” (HR. Ibnu Khuzaimah 2: 74) [2]
Diriwayatkan dari Nafi’ beliau berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يُصَلِّي وَرَاءَ الْإِمَامِ بِمِنًى أَرْبَعًا فَإِذَا صَلَّى لِنَفْسِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Umar jika beliau salat di belakang imam ketika berada di Mina, dia salat empat raka’at. Akan tetapi, jika dia salat (wajib) sendiri, dia salat dua raka’at.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ 1: 149) [3]
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ketika seorang musafir salat berjamaah dan yang menjadi imam adalah penduduk setempat yang bukan musafir (alias imam muqim), maka dia tidak boleh meng-qasar salat. Hal ini adalah berdasarkan ijma’ para ulama, karena wajib mengikuti imam dan tidak boleh menyelisihi imam. Meskipun makmum (musafir) meyakini bahwa yang lebih afdhal adalah meng-qasar salat. Hal ini karena keutamaan salat berjamaah itu lebih ditekankan. Pendapat ini juga dikuatkan berdasarkan cakupan makna umum dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya.” (HR. Bukhari no. 689 dan Muslim no. 414)
Jika musafir tersebut terlambat dan imam sedang berada di raka’at ketiga?
Lalu, bagaimana jika musafir tersebut terlambat, dia masuk ketika imam sudah berada di raka’at ke tiga dari salat dzuhur, misalnya. Ketika imam salam, apakah makmum musafir tadi ikut salam (sehingga dia salat dua raka’at) atau bangkit lagi menyempurnakan salatnya menjadi empat raka’at?