DALAM pembicaraan seorang santri dan gurunya, yakni Hatim al-Asham dengan Syekh Syaqiq al-Balkhy diungkapkan delapan amalan ilmu yang jika dikerjakan sama dengan mengamalkan Taurat, Injil, Zabur hingga Alquran.
Alquran sendiri merupakan kitab suci paling sempurna bagi Muslim dan merupakan pegangan umat di dunia hingga akhirat. Ayat-ayat dalam kitab dipegang teguh oleh Hatim.
Dilansir dari laman resmi Pesantren Lirboyo pada Jumat (10/1/2020), Hatim al-Asham yang merupakan wali agung, suatu ketika ditanya oleh guru besarnya, Syekh Syaqiq al-Balkhy. “Sejak kapan kau belajar kepadaku di sini?”

Ilustrasi. Foto: Istimewa
“Sejak tiga puluh tiga tahun yang lalu” jawab Hatim. “Diwaktu selama itu, apa saja yang kau pelajari dari ku?”
“Ada delapan hal,” jawab Hatim. Dengan kaget gurunya berkata, “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Ku habiskan umurku bersamamu dan kau hanya mendapatkan delapan macam ilmu?”
“Wahai guru, benar, aku tidak mengetahui apapun kecuali itu. Aku tidak suka berbohong,” ucap Hatim. “Baiklah, sampaikan hal itu agar aku bisa mengetahuinya.”
“Ku lihat manusia.” Hatim mulai bercerita panjang, “Semua dari mereka mempunyai kecintaan terhadap sesuatu, dan berharap di kubur ia akan tetap dengan apa yang ia cintai. Ternyata setelah sampai di kubur, apa yang ia cintai meninggalkannya sendiri. Maka aku jadikan amal kebaikan sebagai sesuatu yang kucintai, agar saat aku dimasukkan ke liang kubur, apa yang kucintai itu mau masuk bersama, tidak meninggalkanku.”
“Engkau benar, Hatim.” Gurunya manggut-manggut. “Lalu apa yang ke-dua?” ucap Syekh Syaqiq al-Balkhy.
“Ku angan-angan suatu firman Allah SWT yang berupa :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ
Artinya: ‘Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,” (Q.S. An-Nazi’at : 40)
“Aku yakin kebenaran firman Allah ini. Maka ku paksa diriku dengan sekuat tenaga agar tidak mengikuti kehendak nafsu. Sehingga ia teguh dalam ketaatan kepada-Nya.”
“Ketiga, kuangan-angan perilaku makhluk, kulihat masing-masing dari mereka memiliki sesuatu yang dijadikannya sebagai harga diri dan martabat, ia menjaga dan mepertahankannya. Lalu kuangan-angan firman Allah :
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ
Artinya : ‘Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (Q.S. An-Nahl : 96)
“Maka saat kudihadapkan kepada suatu hal (kebaikan) yang dirasa mempunya keberhargaan, akan kudedikasikan ia hanya kepada Allah, agar utuh dan kekal terjaga di sisi-Nya.”
“Keempat, kulihat semua manusia menjadikan harta, kedudukan dan nasab sebagai pertimbangan utama (pada banyak hal). Setelah kuangan-angan, sejatinya semua itu tidak mempunyai arti sedikitpun. Lalu kurenungkan pula firman Allah :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
‘Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (Q.S. Al Hujurat : 13)
“Maka kutingkatkan ketakwaanku hingga bisa kurai kedudukan mulia di sisi-Nya.”
“Kelima, kulihat manusia saling mencela dan mencaci di antara mereka. Penyebabnya adalah sifat hasud. Lalu kurenungkan firman Allah :
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا
‘Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia’. (Q.S. Az-Zukhruf : 32)”
“Kujauhi sifat hasud dan kujauhi makhluk, aku yakin di sisi-Nya lah pembagian yang terbaik, maka tak kugubris permusuhan orang-orang kepadaku.”
“Yang keenam, kulihat makhluk di antara mereka saling berbuat zalim, lalu aku merujuk pada suatu firman-Nya :
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
Artinya : ‘Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu).’ (Q.S. Fatir : 6)”
“Maka hanya permusuhan setanlah (yang benar-benar kuanggap sebagai permusuhan). Kumaksimalkan diriku dengan mengambil jarak darinya. Karena Allah bersaksi bahwa setanlah musuh sejatiku. Kuacuhkan permusuhan makhluk kepadakku.”
“Ketujuh, kulihat sebagian dari manusia berjerih payah agar bisa mendapatkan sesuap nasi, hingga rela lakukan hal yang menghinakan diri dan mengambah jalan yang tidak dihalalkan baginya. Lalu kurenungkan firman-Nya :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: ‘Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q.S. Hud : 6)
“Aku menyadari sepenuhnya, bahwa diriku termasuk dari binatang melata (yang disebut dalam ayat) yang dijamin rizkinya oleh Allah. Maka kusibukan diriku dengan melakukan amal yang diwajibkan kepadaku hanya untuk Dia semata, dan kubiarkan jatahku di sisi-Nya.”
“Yang kedelapan, kulihat manusia memasrahkan urusannya kepada orang lain, kebun ini ia pasrahkan kepada dia, bisnis ini ia pasrahkan kepada dia, orang ini ia suruh mengontrol dan menjaga kesehatannya. Orang ini ia suruh menjaga pekerjaan ini dan itu. Lalu aku merujuk dalam firman-Nya :
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya :’Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Q.S. Ath-Thalaq : 3)
“Maka aku tawakal kepada Dzat yang agung, Ia yang akan menyukupiku.”
Panjang lebar Hatim menceritakan delapan poin ilmu yang ia dapatkan dari sang guru selama 33 tahun mondok kepada Syekh Syaqiq al-Balkhy. Sang guru semakin kagum.
“Hatim, semoga Allah memberimu pertolongan, sungguh kurenungi ilmu-ilmu yang ada dalam kitab Taurat, Injil, Zabur hingga Alquran. Dan kesimpulanku mengatakan bahwa keseluruhan dari bermacam-macam kebaikan berputar pada delapan kesimpulanmu itu. Siapapun yang mengamalkan delapan perkara ini, maka ia telah mengamalkan (ajaran yang ada dalam) empat kitab suci terbebut,” pungkas sang guru menyimpulkan pembicaraan mereka berdua.
(Abu Sahma Pane)