BERGAMO – Sedikitnya 43 nama jenazah korban wabah virus corona atau Covid-19 tergantung di depan pintu masuk pemakaman Islam di Azzan San Paolo, Kota Bergamo, Italia. Di antara nama-nama mendiang tersebut adalah Ahmad dan Malika Jawad, kakek-nenek dari Jawad Al Mehdi.
“Mereka adalah tiangnya keluarga Jawad,” ujar El Mehdi lelaki yang lahir dan dibesarkan di Bergamo 21 tahun lalu seperti dilansir dari The GroundTruth Project, Kamis (13/8/2020).
Kakek dan nenek El Mehdi berimigrasi dari Casablanca, Moroko ke Italia pada 1990. Mereka adalah salah satu di antara 16.800 orang lainnya yang meninggal karena komplikasi wabah virus Covid-19 di Lombardy, sebuahd derah di utara Italia.
Baca juga: 7 Fakta Istimewa Khadijah, Istri Rasulullah SAW yang Dikenang Sepanjang Masa
Keluarga Jawad tidak mampu untuk mempersiapkan dan menyediakan pemakaman tradisional yang layak untuk kakek neneknya karena aturan lockdown di Italia. Muslim di negara itu tidak bisa untuk menjalankan pemakaman yang layak di pemakaman Islam.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, sedikitnya ada 60 kotamadya di Italia dari 7.903 kota yang ada, telah menyediakan pemakaman khusus Muslim. Populasi masyarakat Muslim di Italia mencapai lebih dari 2 juta orang.
Terbatasnya tempat untuk pemakaman Muslim di Italia, masih ada hubungannya dengan relasi antara komunitas Muslim dan orang-orang lokal di Italia.
Berdasarkan laporan dari Departemen Amerika serikat tahun 2019, tercatat “hanya ada lima masjid yang diakui oleh pemerintahan Italia dan otoritas umat Islam.”
1.200 masjid lainnya di dalam negeri tercatat sebagai bukan bagian dari pemerintahan.
Baca juga: Syuting di Masjid Bersejarah, Artis Pakistan Dikecam Warganet
Pada tahun 2017 juga diusahakan untuk mengisi kekosongan hukum, meskipun begitu “umat Muslim masih menghadapi kesulitan dalam mengajukan permintaan untuk membangun masjid bahkan untuk mengoperasikan kembali sebuah masjid,” tulis laporan itu.
Sebelum darurat Covid-19 meluas, para Muslim di Italia tidak menganggap kurangnya pemakaman menjadi prioritas. Mereka lebih khawatir untuk mencari tempat beribadah, bahkan mereka bisa saja menjadikan garasi menjadi sebuah masjid untuk sholat. Ini merupakan suatu darurat atas butuhnya tempat ibadah.
Dengan sedikit bukti, ini disebabkan oleh aktivitas radikalisasi dan terorisme.Terutama, karena ulama radikal Abu Omar diculik di Milan dalam rendition CIA kontroversial di 2003.
"Di bawah alasan terorisme, orang dipaksa untuk berdoa di garasi dan basement, bahkan di trotoar, menyangkal hak mereka untuk membuka masjid," kata penulis Italia Somalia Shirin Ramzanali Fazel baru-baru ini.
Sedikitnya tempat untuk beribadah, maka semakin sedikit juga tempat untuk dijadikan pemakaman. Menurut tradisi Islam, kremasi dan penguburan di atas tanah dilarang.
Jenazah harus dikubur dengan wajah menghadap kiblat setelah dimandikan dengan bersih, biasanya dalam waktu 24 jam setelah kematian.
Migran Muslim di Italia harus membayar ribuan Euro jika ingin memulangkan jenazah orang yang mereka cintai ke negara asalnya.
Menurut sebuah makalah 2018 yang diterbitkan oleh Inisiatif untuk Studi Multietnis, sebuah pemikiran yang mempelajari dampak dari migran pada masyarakat Italia, sekitar 90% dari kerabat orangyang sudah meninggal lebih suka untuk memulangkan jenazah anggota keluarga Muslim.
Pandemi membawa masalah ruang pemakaman ke garis terdepan. Sejak Italia berhenti mengizinkan untuk mengirim jenazah ke luar negeri pada tanggal 1 Maret, banyak yang harus dimakamkan di tanah Italia, dan ketat untuk menahan pemakaman dalam waktu 24 jam tidak selalu dapat dihormati.
Dalam satu kasus, sebuah keluarga Makedonia di Provinsi Brescia harus meyimpan tubuh jenazah salah satu anggotanya tertutup dalam peti mati di rumah selama seminggu karena kota di mana keluarga tinggal kekurangan tanah pemakaman Islam, menurut persatuan masyarakat Islam dan organisasi di Italia, atau UCOII.
"Pada bulan Maret dan April saya menerima panggilan hampir setiap hari dengan orang yang tidak memiliki tempat untuk mengubur jenazah orang tua mereka," jelas Yassine Lafram, kepala UCOII.
Di Italia, tubuh jenazah seharusnya dimakamkan di kota tempat tinggal seseorang, tetapi, mengingat kekurangan plot pemakaman untuk umat Kristen dan Muslim sama, Walikota di seluruh negeri pun santai akan peraturan seperti itu.
"Dokumen ini tidak mudah, tetapi ada banyak kotamadya yang mencoba untuk membantu dengan menyebarnya virus dan menghemat ruang bagi umat Islam. ... sedikit wilayah yang memiliki sebuah bangunan seperti yang ada di Bergamo, " kata Lafram.
Beberapa daerah di Italia masih ingin membatasi jumlah pemakaman Islam. Kelompok populist, seperti Lega, menarik tradisi Katolik negara itu sebagai aspek penting dari identitas Italia yang membutuhkan pembelaan terhadap gelombang imigran, serta Muslim Italia.
(Salman Mardira)