Share

Ini Bunyi Surat Nikah Kebangsaan Cak Nun

Dyah Ratna Meta Novia, Jurnalis · Senin 27 Desember 2021 09:18 WIB
https: img.okezone.com content 2021 12 27 614 2523043 ini-bunyi-surat-nikah-kebangsaan-cak-nun-itmUFBCjv8.jpg Cak Nun (Foto: Caknundotcom)

CAK Nun selalu hadir dengan pemikirannya relijius yang luar biasa. Salah satunya, Surat Nikah kebangsaan kali ini yang dikutip dari Caknundotcom. Begini bunyinya:

Aku tidak mau ā€œmupusā€: menganggap tak ada sesuatu yang sebenarnya masih mengendap di dasar jiwa. Pura-pura tidak melihat ada sekam di ruang gelap batin bangsaku. Yang sewaktu- waktu akan menyala jadi api, meskipun hari ini sedang seakan-akan mereda.

Ā Cak Nun

Maka aku terus bertengkar melawan tiga aku-ku. Biarlah aku berempat menjadi kubangan api, untuk turut bersedekah menyerap bara api dari jiwa gelisah bangsaku.

Pada 17 Ramadlan tahun-2 Hijriyah, Kanjeng Nabi melansir terminologi yang luar biasa: ā€œKita baru menyelesaikan perang kecil, dan sekarang kita masuki perang besarā€. Padahal Perang Badar yang barusan usai, sedemikian dahsyat. Suatu pertempuran di mana Allah ā€œmelanggarā€ segala Ilmu Militer manusia dan ā€œmengejekā€ semua logika peperangan.

Sedangkan aku yang hanya berempat, tak pernah selesai bertengkar memperebutkan siapa di antara kami yang ā€œaku nafsuā€, siapa ā€œaku imanā€. Yang mana ā€œaku kegelapanā€ dan ā€œaku tercerahkanā€. Bagaimana mempetakan aku-benar aku-salah aku-baik aku-buruk aku-pecinta aku-pembenci, juga aku-mengAllah aku-memberhala.

Bisa dibayangkan semrawutnya ribuan ā€œakuā€ dalam atlas Bhinneka Tunggal Ika: tuding menudingnya pasti jauh lebih gaduh. Sekam-sekam permusuhan, kebencian dan rasa tidak aman, tak pernah benar-benar padam. Bahkan senyatanya: ā€œperang besar melawan nafsuā€ itulah sejatinya pilar bangunan Bangsa dan Negaraku.

313 prajurit Badar, dengan kualitas personil yang tidak memadai secara militer, dan peralatan perang yang sangat minimal, menang melawan 1.200 pasukan Sekutu, dengan rumus yang tidak pernah disebut oleh Buku Perang zaman apapun.

Yakni ā€œInnama tunshoruna wa turhamuna wa turzaquna bidlu’afaikumā€: Kalian dilimpahi pertolongan, kemenangan dan rizki oleh Allah, karena kalian maju perang demi membela rakyat yang dilemahkan.

Muhammad Saw ā€œnekadā€ menjanjikan rumus itu ketika berpidato di depan pasukan Badar sebelum pertempuran. Beliau tahu itu irrasional bagi logika manusia dan kehidupan di dunia. Maka kepada Allah beliau menyampaikan pernyataan: ā€œIn lam takun ā€˜alayya Ghodlobun fala ubaliā€: Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, wahai Kekasih, hamba tak peduli pada nasib hamba di dunia. Hamba ikhlas kalah, hancur dan mati — ā€œasalkan Kekasih tidak marah kepadakuā€.

Dan ternyata dimensi hubungan cinta dengan ā€œharga matiā€ semacam itu yang membuat Sang Kekasih melimpahkan kemenangan.

Tetapi, di antara aku berempat ini: yang mana yang dilimpahi kemenangan, dan yang mana yang dimurkai?

Aku berkata kepadaku: ā€œAku justru sangat tahu bahwa sebenarnya tak ada masalah dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Islam, Khilafah, Pluralitas, Toleransi dan semuanya. Itu semua hanya diperalat untuk proses adu-domba demi mencapai kepentingan suatu golongan. Sejarah Bangsa Indonesia dikacau dan dirusak oleh suatu golonganā€

Aku yang di antara khalayak menyodok: ā€œTapi beberapa kali Sampeyan menulis sangat serius hal-hal yang menyangkut Pancasila, sehingga kami mendapat kesan bahwa Sampeyan terseret oleh rekayasa isyu yang menyebarkan anggapan bahwa ada masalah dengan Pancasila. Padahal sudah 72 tahun Pancasila hidup baik-baik sajaā€

ā€œSeolah-olah ada ancaman serius terhadap Pancasila kesepakatan kebangsaan dan kenegaraan kitaā€, aku yang di depanku menambahkan, ā€œsehingga di sana sini diselenggarakan peneguhan kembali tekad terhadap lestarinya Pancasila. Dan yang dianggap ancaman itu adalah Islamā€

Aku yang di depan menambahi, ā€œBahkan Sampeyan sedang menyiapkan seri-seri panjang tulisan tentang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, hubungannya dengan Agama, Islam, Khilafah, Jawa….ā€

Aku mempertahankan diri: ā€œLho aku kenal Pancasila sejak mulai mengenal huruf di masa kanak- kanak. Dan secara alamiah aku terus bersabar menjalani proses untuk mematangkan Pancasila kehidupanku. Karena Pancasila adalah Surat Nikah Kebangsaan yang aku berada dan terikat di dalamnya, meskipun hanya sebagai rakyat kecilā€

Tetapi aku-aku itu terus membombardir: ā€œTulisan-tulisan Sampeyan sengaja atau tak sengaja membuat yang membacanya merasa di bawah sadarnya bahwa bangsa kita sedang mempertengkarkan Pancasila. Bangsa Indonesia dan Ummat Islam tiba-tiba bergerak menuju anggapan dan kepercayaan bahwa Pancasila alamatnya di sini, sementara Islam alamatnya di sana. Bahwa Kaum Muslimin adalah ancaman bagi Bhinneka Tunggal Ika….ā€

Karena mereka tak henti-hentinya menyerbu, akupun balik menerjang mereka dengan tiba-tiba bersuara keras, mengaji murottal membacakan Surat At-Tin: ā€œDemi pohon Tin, demi pohon Zaitun, demi Gunung Sinai dan demi Negeri gemah ripah loh jinawi….ā€

ā€œApa itu!ā€, aku yang di khalayak meneriakiku.

Ā Baca juga: UAS dan Cak Nun Akhirnya Bertemu, Setelah Sekian Lama Saling Kagum

ā€œTin adalah pohon yang tumbuh di wilayah Budha Gautama memproses pencarian hidupnya. Zaitun adalah perkebunan di perkampungan Isa Yesus. Bukit Sinin, Tursina, padang Sinai, adalah arena pergolakan dan perjuangan Musa. AlBalad al-Amin adalah gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo dalam pengayoman Muhammad saw di Madinah. Hanya karena keseriusan konsep dan hidayah tertentu Allah bersumpah atas empat hal sekaligus. Peradaban Abad-21 sekarang ini sedang berjalan lamban menuju awal kesadaran Tin. Perhatikan kegelisahan hati ummat manusia di Eropa dan Amerikaā€.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

(DRM)

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini