Demikian penjelasan Syekh Abdul Wahab As-Sya'rani, seiring sabda Nabi Shallallahu alaihi wassallam:
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ. ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ، فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً. يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا. قَالَ: ثُمَّ يَجِىءُ أَحَدُهُمْ، فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ. رواه مسلم
Artinya: "Sungguh iblis meletakkan kursi singgasananya di atas air (lautan). Lalu ia utus pasukannya untuk menggoda manusia. Yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Salah satunya datang menghadap dan berkata: ‘Aku telah melakukan ini itu.’ Iblis menjawab: ‘Kamu belum melakukan apa pun. Nabi Shallallahu alaihi wassallam bersabda: ‘Lalu datang yang lainnya dan berkata: ‘Aku tidak meninggalkan manusia hingga aku pisahkan antara dia dan istrinya.’ Nabi Shallallahu alaihi wassallam bersabda: ‘Lalu iblis itu mendekatkan salah satu pasukannya itu kepadanya dan berkata: ‘Kamu adalah pasukanku terbaik’.” (HR Muslim) (Abdul Wahab as-Sya’rani, Lawaqihul Anwar fi Bayanil ‘Uhudil Muhammadiyyah, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilmiyah: 2005], halaman 589–590)
Dari cerita takhbib yang dialami pasangan suami istri ini dapat diambil hikmah bahwa perjalanan rumah tangga selalu mengandung ujian. Bisa jadi orang yang sekilas kelihatan sangat dekat dan baik justru menjadi pintu masuk prahara rumah tangga.
Namun demikian, bukan masalah seberapa besar ujian yang menyapa, tapi lebih pada bagaimana cara menghadapinya. Tetap percaya kepada pasangan menjadi jalan terbaik daripada sekadar menuruti bisikan orang ketiga, meskipun tampaknya baik dan dapat dipercaya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)