Sesampainya di sana, Abu Nawas langsung menghadap gubernur. Melihat kehadiran Abu Nawas, gubernur langsung emosi. "Ngapain kau datang ke istanaku," tanya dia.
"Aku mendengar kabar Anda menyuruh beberapa prajurit menangkapi para sastrawan pintar di kota ini, tapi kenapa aku tidak ditangkap? Aku sangat tersinggung," jawab Abu Nawas.
"Oh, jadi kau menganggap dirimu bagian dari mereka," tanya gubernur.
"Tentu saja masyarakat di kota ini tahu siapa aku. Aku adalah sastrawan terpandai di kota ini," balas Abu Nawas.
"Baiklah, algojo tangkap Abu Nawas dan penggal lehernya," perintah gubernur.
"Tunggu dulu. Sebelum leherku dipenggal, perintahkan algojomu agar jangan sampai merusak rambutku, sebab aku baru saja keluar dari tukang cukur," timpal Abu Nawas.
Mendengar itu, gubernur langsung tertawa. "Itulah jiwa kesatria yang aku kagumi darimu. Aku mengampunimu, Abu Nawas," kata gubernur.
"Bolehkah aku meminta satu permintaan?" tanya Abu Nawas.
"Apa permintaanmu? Katakan saja," jawab gubernur.
"Aku juga minta pengampunan untuk kawan-kawanku," pinta Abu Nawas.