Berdasarkan hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua jamaah haji memiliki miqat yang sama. Syihabuddin bin Naqib As-Syafii dalam kitab Umdatus Salik wa Iddatun Nasik menjelaskan beberapa ketentuan-ketentuan miqat.
Bagi penduduk Indonesia (sesuai buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag), miqatnya disesuaikan dengan gelombang. Bagi jamaah gelombang pertama, miqatnya dimulai dari Dzulhulaifah (Bir Ali).
Sedangkan bagi jamaah gelombang kedua, miqatnya ketika berada di atas pesawat udara pada garis sejajar dengan Qarnul Manazil atau di Airport King Abdul Azis Jeddah (sesuai Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 28 Maret 1980 dan dikukuhkan kembali pada 19 September 1981 tentang Miqat Haji dan Umrah) atau Asrama Haji Embarkasi di Tanah Air.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)