Dikisahkan juga dalam hadits riwayat Shahīh Muslim, pada suatu hari, datang seorang sahabat berkata kepada Nabi, "Wahai Nabi! Doakanlah keburukan atau laknat bagi orang-orang musyrik. Kemudian Nabi menjawab, "Sungguh, aku tidaklah diutus sebagai seorang pelaknat, akan tetapi aku diutus sebagai rahmat!"
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Di antara sifat mulia Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam yang perlu kita teladani juga adalah sifat pemaafnya. Ingatlah kisah ketika Nabi Shallallahu alaihi wassallam Perang Uhud bersama kaum Muslimin. Kala itu pamannya, Hamzah bin Abdul Muthallib ikut berperang.
Di tengah peperangan, pamannya terbunuh oleh Wahsyi, seorang budak berkulit hitam. Wahsyi tidak hanya membunuhnya dengan menghunuskan pedang begitu saja dan selesai, namun ia mencabik-cabik isi perutnya juga.
Hal ini membuat Nabi Shallallahu alaihi wassallam sangat sedih, sakit hati, dan marah. Bayangkan! Paman yang begitu dicintainya wafat dengan cara mengenaskan seperti itu. Akan tetapi, ketika Wahsyi menyatakan diri di hadapan Nabi untuk masuk Islam, Nabi pun memaafkannya, meski beliau tidak mau melihat wajah Wahsyi lagi sebab akan terus mengingatkannya kepada peristiwa terbunuhnya pamannya.
Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengenai sifat memaafkan, sungguh Allah telah berfirman dalam Surat Al A'raf Ayat 199:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh."
Apabila kita menjadi pribadi yang memiliki sifat pemaaf, maka dapat kita rasakan lingkungan sosial di tengah-tengah masyarakat menjadi damai, tidak ada dendam yang terjadi di antara manusia. Itulah kasih sayang yang dicontohkan oleh nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wassallam.
Semoga di bulan Maulid ini kita dapat meneladani sifat dan akhlak mulia Rasulullah, yang mana dalam mencontoh dan menerapkan akhlaknya terdapat kemaslahatan yang akan kita dapatkan, baik di dunia maupun akhirat.