WAKIL Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyatakan Isra Miraj bagi umat Islam adalah sebuah peristiwa luar biasa. Pasalnya secara rasional, kejadian ini jelas sangat sulit diterima.
Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, pesawat tercepat yang bisa dibuat oleh umat manusia sampai saat ini adalah Stardust, yaitu pesawat luar angkasa yang diluncurkann NASA pada 1999 dengan kecepatan maksimum 46.439 kilometer per jam.
Kedua, pesawat New Horizons pada 2006 juga oleh NASA dengan kecepatan 58.536 km/jam. Ketiga, pesawat Voyager1 kecepatannya 62.136 km/jam. Keempat, pesawat Helios1 kecepatannya 228.526 km/jam. Kelima, pesawat Helios2 juga dibuat NASA dengan kecepatan 252.792 km/jam. Keenam, pesawat Parker Solar Probe dengan kecepatan 692.000 km/jam.
"Jadi kecepatan pesawat yang dibuat oleh umat manusia belum ada yang bisa melebihi kecepatan kilat, karena kilat itu kecepatannya 300.000 kilometer per detik," ungkap Buya Anwar Abbas dalam keterangannya yang diterima Okezone, Kamis (8/2/2024).
Oleh karena itu, lanjut dia, dalam rangka memahami peristiwa Isra dan Miraj tersebut perlu diketahui bahwa jarak di antara planet-planet bila diukur dari matahari sangat jauh.
Planet Merkurius misalnya jaraknya 57,9 juta km dari matahari, Venus 108 juta km, Bumi 150 juta km, Mars 228 juta km, Jupiter 779 juta km, Saturnus 1.430 juta km, Uranus 2.880 juta km, dan Neptunus 4.500 juta km.
Padahal, jarak yang ditempuh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dalam Isra dan Miraj untuk sampai ke arsy tentu lebih jauh lagi dari jarak antara planet-planet yang diketahui umat manusia tersebut.
"Jadi kalau kita menggunakan pendekatan rasional yaitu yang sesuai hukum alam yang kita ketahui selama ini, maka peristiwa Isra dan Miraj jelas merupakan satu hal yang mustahil. Apalagi kalau kita mengukurnya dengan menggunakan alat transportasi yang ada di waktu itu, yaitu unta dan atau kuda," jelas Buya Anwar Abbas.
Maka itu, tambah dia, untuk memahami peristiwa Isra dan Miraj ini harus bisa mendekati dan memahaminya melalui pendekatan yang disebut dengan pendekatan suprarasional, yaitu dengan menggunakan pendekatan iman dan keimanan.
Diketahui bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lalu yang membuat jarak antara planet-planet tersebut adalah juga Allah Ta'ala.
Maka tentu saja Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan kemahakuasaan-Nya akan bisa mengisrakan dan memirajkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dalam waktu yang singkat untuk menempuh jarak yang sangat jauh tersebut. Sehingga, peristiwa Isra dan Miraj itu hanya berlangsung antara 5 sampai 8 jam.
"Oleh karena itu, kita bisa memahami bagaimana galaunya Nabi akan menjelaskan kepada para sahabatnya dan kaum kafir Quraisy tentang peristiwa yang baru saja dialaminya, karena sudah jelas mereka-mereka itu tidak akan percaya sedikit pun dengan cerita dari peristiwa yang baru dialaminya," beber Buya Anwar Abbas.
"Karena memang bila menggunakan akal manusia yang ada, jelas sangat sulit dan tidak akan bisa menerimanya," imbuhnya.
Ia menerangkan, tetapi Abu Bakar begitu mendengar cerita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam langsung bisa menerima dan membenarkannya. Sebab bagi Abu Bakar, Nabi Muhammad adalah Rasulullah.
Maka itu, jika Allah Subhanahu wa Ta'ala memperjalankan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dalam waktu yang sesingkat itu untuk menempuh jarak yang sejauh itu tentu bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala itu adalah hal yang sangat mudah.
Itulah sebabnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam memberi gelar kepada Abu Bakar dengan Ash-Shiddiq karena beliaulah orang pertama yang bisa menerima dan membenarkan peristiwa Isra Miraj.
Apakah Abu Bakar menggunakan pendekatan rasional untuk membenarkan cerita tentang peristiwa Isra dan Miraj tersebut? Jawabnya adalah tidak, tapi beliau secara filosofis menggunakan pendekatan yang disebut dengan istilah suprarasional atau dalam bahasa agama atau teologis berdasarkan kacamata iman.
Beliau yakin bila Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah berkehendak, maka Dia cukup mengatakan Kun (ada) Fayakun (maka adalah) yang Dia inginkan tersebut.
"Jadi dari peristiwa Isra dan Miraj ini kita tahu dan dapat mengambil pelajaran bahwa ilmu dan teknologi yang kita miliki tidaklah bisa dibandingkan dengan ilmu dan kekuasaan serta kemampuan Tuhan. Karena ilmu dan teknologi serta kemampuan kita adalah sangat terbatas, sementara ilmu dan kekuasaan serta kemampuan Allah adalah maha hebat dan tidak terbatas," tegas Buya Anwar Abbas.
Oleh karena itu, beber dia, dari peristiwa Isra dan Miraj ini diketahui dan disadari bahwa meskipun sudah punya ilmu dan teknologi yang hebat, maka tetap saja tidak ada sedikit pun hak bagi umat manusia untuk sombong serta menyombongkan diri di depan-Nya, juga di depan makhluk Tuhan lainnya.
"Karena ilmu dan teknologi yang kita miliki tidak ada artinya apa-apa bila dibandingkan dengan ilmu dan kemahakuasaan-Nya," pungkasnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)