Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ini Hadits Palsu yang Sering Dijumpai Menjelang Ramadhan

Hantoro , Jurnalis-Kamis, 07 Maret 2024 |10:08 WIB
Ini Hadits Palsu yang Sering Dijumpai Menjelang Ramadhan
Ilustrasi hadits palsu yang sering ditemui menjelang Ramadhan. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

BERIKUT ini dibahas hadits palsu yang sering dijumpai menjelang bulan Ramadhan. Hadits palsu tersebut kerap disampaikan beberapa orang melalui pesan singkat. 

Hadits palsu tersebut kurang lebih isinya menyatakan, "Barang siapa yang dia belum meminta maaf kepada suami, atau istrinya, atau anaknya, atau orangtuanya, maka puasa Ramadhan-nya tidak akan diterima sampai dia meminta maaf kepada semua itu."

Kemudian di dalam hadits palsu tersebut melibatkan doa Malaikat Jibril, "Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: (1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orangtuanya (jika masih ada); (2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri; (3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya."

"Hampir semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat haditsnya. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits," ungkap Ustadz Ammi Nur Baits ST BA, dikutip dari Konsultasisyariah.com, Kamis (7/3/2024).

Ia melanjutkan, ternyata dalam kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, 3:192, juga pada kitab Musnad Imam Ahmad, 2:246 dan 2:254, ditemukan hadits berikut:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد

"Dari Abu Hurairah; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam naik mimbar lalu bersabda, 'Amin … amin … amin.' Para sahabat bertanya, 'Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?' Kemudian, beliau bersabda, 'Baru saja Jibril berkata kepadaku, 'Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan,' maka kukatakan, 'Amin.' Kemudian Jibril berkata lagi, 'Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orangtuanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua),' maka aku berkata, 'Amin.' Kemudian Jibril berkata lagi, 'Allah melaknat seorang hamba yang tidak bersholawat ketika disebut namamu,' maka kukatakan, 'Amin'." (Al A'zhami berkata, "Sanad hadits ini jayyid”)

Hadits ini dinilai sahih oleh Al Mundziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib, 2:114, 2:406, 2:407, dan 3:295; juga oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Madzhab, 4:1682. Dinilai hasan oleh Al Haitsami dalam Majma' Az-Zawaid, 8:142; juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi', nomor 212; juga oleh Al Albani di Shahih At-Targhib nomor 1679.

"Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin, bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga makna hadits pun berubah," jelas Ustadz Ammi. 

Ia melanjutkan, bisa jadi juga pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum bulan Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut.

"Yang jelas, hadits yang tersebat luas itu tidak ada asal-usulnya. Kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu. Sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan," tegas Ustadz Ammi.

Dia menerangkan, meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

"Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib meminta agar perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari saat tidak ada ada dinar dan dirham, karena jika orang tersebut memiliki amal salih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal salih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi." (HR Bukhari nomor 2449)

Ustadz Ammi memaparkan, kata “اليوم” (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput.

Dirinya menyatakan, dari hadits ini jelaslah bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui maka itu tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Jika ada yang berkata, "Manusia 'kan tempat salah dan dosa. Mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari."

Hal yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta-merta seorang Muslim meminta maaf kepada semua orang yang ditemui? Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal, mereka adalah orang-orang yang paling khawatir akan dosa. 

Selain itu, beber Ustadz Ammi, kesalahan yang tidak disengaja atau tidak disadari itu tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

"Sesungguhnya, Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, karena lupa, atau karena dipaksa." (HR Ibnu Majah nomor 1675; Al Baihaqi, 7:356; Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4:4. Dinilai sahih oleh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

"Dengan demikian, orang yang 'meminta maaf tanpa sebab' kepada semua orang bisa terjerumus pada sikap ghuluw (berlebihan) dalam beragama. Begitu pula mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam," jelas Ustadz Ammi.

Ia menambahkan, hal lain yang menjadi sisi negatif tradisi semacam ini adalah menunda permintaan maaf terhadap kesalahan yang dilakukan kepada orang lain hingga bulan Ramadhan tiba.

Beberapa orang ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, tidak langsung minta maaf dan sengaja ditunda sampai momen Ramadhan datang, meskipun harus menunggu selama 11 bulan.

Meski demikian, bagi orang yang memiliki kesalahan bertepatan dengan Syaban atau Ramadhan, tidak ada larangan memanfaatkan waktu menjelang Ramadhan untuk meminta maaf pada bulan ini, kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan, ini tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun dan dilakukan tanpa sebab.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement