JAKARTA - Hadist Qudsi merupakan salah satu bentuk wahyu yang disampaikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Hadist Qudsi memiliki karakteristik yang membedakannya dari Alquran.
Memahami perbedaan antara keduanya penting bagi umat Islam untuk mengapresiasi kedudukan masing-masing dalam ajaran Islam.
Secara etimologis, kata "Qudsi" berasal dari bahasa Arab "quds" yang berarti suci atau mulia. Dengan demikian, "Hadist Qudsi" dapat diartikan sebagai hadist yang memiliki kesucian khusus. Secara terminologis, hadist Qudsi adalah perkataan Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan firman Allah SWT, namun tidak termasuk dalam Alquran.
Biasanya, hadist Qudsi diawali dengan ungkapan seperti "Allah berfirman" atau "Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman". Contoh hadist Qudsi adalah:
Artinya: "Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku...'"
Meskipun keduanya berasal dari Allah SWT, terdapat beberapa perbedaan mendasar antara Alquran dan hadist Qudsi:
Alquran adalah kitab suci utama dalam Islam yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia. Ia memiliki kedudukan tertinggi sebagai sumber hukum dan petunjuk. Sementara itu, hadist Qudsi berfungsi sebagai penjelas atau pelengkap terhadap ajaran yang terdapat dalam Alquran.
Alquran merupakan firman Allah SWT baik dari segi lafal maupun makna. Setiap kata dan huruf dalam Alquran adalah langsung dari Allah SWT. Sebaliknya, dalam hadist Qudsi, maknanya berasal dari Allah SWT, namun lafalnya disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini berarti bahwa Nabi menerima makna dari Allah dan menyampaikannya dengan kata-kata beliau sendiri.
Alquran diturunkan melalui perantaraan Malaikat Jibril secara verbatim dan disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafal yang tetap. Hadist Qudsi, di sisi lain, bisa jadi diterima Nabi melalui ilham atau mimpi, dan beliau menyampaikannya dengan lafaz beliau sendiri.
Alquran memiliki kesucian yang sangat tinggi. Membacanya dianggap sebagai ibadah, dan ia digunakan dalam berbagai ritual ibadah seperti shalat. Hadist Qudsi tidak memiliki status yang sama,membacanya tidak dianggap sebagai ibadah dalam konteks yang sama, dan ia tidak dibaca dalam sholat.