BEBERAPA pemuda Muslim di area Masjid Al Anwar Incheon, Korea Selatan, tampak mengamati hadroh rebana. Salah satu kesenian musik dalam Islam dengan instrumen utamanya menggunakan rebana.
Alat musik ini menghasilkan bunyi dengan cara ditabuh atau dipukul. Kekhasan dari pertunjukan hadroh rebana ialah syair-syair pujian atau sholawat yang dilantunkan oleh sekelompok orang diiringi dengan gerakan tari.
Selain sebagai hiburan, hadroh rebana menjadi magnet dalam berdakwah untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam.
Di Masjid Al Anwar Incheon misalnya, para pemuda Muslim tidak hanya tertarik mempelajari rebana, tetapi juga ingin memahami makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam syair.
Disebutkan oleh Ustadz H Ilya Ulumudin, dai ambassador Dompet Dhuafa penugasan Korea Selatan, hal ini mendorong para pemuda untuk memperdalam pemahaman terhadap agama dan budaya Islam.
Apalagi Masjid Al Anwar Incheon memang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya bagi masyarakat Muslim setempat. Juga sebagai tempat di mana hadroh rebana dilestarikan.
"Hadroh rebana di Masjid Al Anwar menjadi contoh nyata bagaimana seni dan budaya dapat menjadi jembatan yang menghubungkan antara berbagai komunitas dalam kebersamaan dan kedamaian," jelasnya.
Dalam perkembangannya, hadroh rebana sering ditemui pada acara-acara keagamaan Islam. Seperti pernikahan, haul, kegiatan majelis taklim atau hari-hari besar agama Islam.
Mengutip Ensiklopedia Jakarta, hadroh rebana terdiri dari tiga instrumen, bawa yang berfungsi sebagai komando irama pukulan yang lebih cepat, ganjil atau seling yang saling mengisi dengan bawa serta gedug sebagai bas.
Lagu-lagu hadroh rebana dapat diambil dari sholawat atau qosidah. Seperti misalnya Sholawat Thola'al Badru 'Alaina, Sholawat Badar, Sholawat Nariyah, sementara qosidah seperti Ya Robbi Sholli ala Muhammad.
Melihat sejarahnya di Indonesia, sebagaimana banyak dimuat media nasional, hadroh pertama kali masuk pada abad ke-15 masehi. Pada waktu itu pedagang Arab datang untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam.
Kesenian yang memang berasal dari budaya Arab ini kemudian berkembang dan bercampur dengan budaya lokal Indonesia. Wali Songo kemudian menggunakan seni hadroh rebana sebagai media dakwah.
Sesuai asal katanya, hadroh diartikan sebagai kehadiran, karenanya para pemain dan penonton hadroh rebana diharapkan dapat merasakan kehadiran Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, sehingga mereka merasa dekat dan tenang.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh:
Ustadz H Ilya Ulumudin - dai ambassador Dompet Dhuafa
(Hantoro)