Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Keutamaan Bulan Syawal, Nomor 6 Amalan yang Bisa Memasukkan ke Surga

Hantoro , Jurnalis-Sabtu, 13 April 2024 |10:02 WIB
Keutamaan Bulan Syawal, Nomor 6 Amalan yang Bisa Memasukkan ke Surga
Ilustrasi keutamaan bulan Syawal. (Foto: Pixabay)
A
A
A

BULAN Syawal memiliki keutamaan sangat besar. Syawal merupakan bulan ke-10 dalam kalender hijriah atau setelah Ramadhan. Di dalamnya terdapat amalan-amalan sunnah berpahala luar biasa besar.

Berikut ini keutamaan serta amalan bulan Syawal, sebagaimana telah Okezone himpun: 

1. Puasa enam hari

Dikutip dari Muslimah.or.id, disunnahkan puasa enam hari pada bulan Syawal. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَن صامَ رمَضَانَ ثُمَّ أتبَعَهُ سِتّاً من شوَّالٍ كان كصِيَامِ الدَّهْرِ

"Barang siapa berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun penuh." (HR Muslim) 

Info grafis bulan Ramadhan berlangsung dua kali pada 2030. (Foto: Okezone)

2. Umrah

Dianjurkan berangkat umrah di bulan-bulan haji. Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Dahulu kaum Quraisy berpandangan bahwa umrah di bulan-bulan haji termasuk kejahatan yang paling besar di muka bumi, mereka mengganti bulan Muharram menjadi bulan Shafar, dan mereka mengatakan, ‘Apabila luka telah sembuh, bekas-bekas haji sudah hilang, dan bulan Shafar telah berlalu, maka baru dihalalkan umrah bagi mereka yang hendak mengerjakannya.’ Lantas, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabatnya tiba di Mekah pada pagi hari ke-empat bulan Dzulhijjah. Mereka bertalbiyah untuk melaksanakan haji. Kemudian, Nabi memerintahkan mereka agar menggantinya menjadi umrah. Hal tersebut terasa berat bagi mereka sehingga mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa saja yang diperbolehkan?’ Beliau menjawab, ‘Semuanya halal’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebab, sikap para sahabat tersebut adalah karena mereka menyangka terlarangnya umrah di bulan-bulan haji, padahal boleh melakukan umrah di bulan-bulan haji hingga hari kiamat. Tujuannya adalah membatalkan keyakinan Jahiliyah yang mengira bahwa umrah di bulan-bulan haji itu tidak diperbolehkan.

Qatadah mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Anas, ‘Berapa kali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam umrah?’ Beliau menjawab, ‘Empat kali yaitu umrah Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah ketika beliau dihalangi oleh kaum musyrik, umrah di tahun berikutnya di bulan Dzulqa’dah ketika beliau berdamai dengan kaum musyrik, dan umrah Ji’ranah ketika beliau membagi harta rampasan perang Hunain.’ Aku pun kembali bertanya, ‘Berapa kali beliau haji?’ Anas menjawab, ‘Sekali.’” (HR Bukhari)

Ibnu Hajar menyanggah, “Akan tetapi, Sa’id bin Manshur meriwatkan hadits dari Darawardi, dari Hisyam, dari bapaknya, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam umrah sebanyak tiga kali, yaitu dua kali di bulan Dzulqa’dah, dan sekali di bulan Syawal”. Sanadnya kuat. Diriwayatkan oleh Ibnu Malik dari Hisyam dari ayahnya secara mursal.

Namun, riwayat dengan lafazh ‘di bulan Syawal’ berbeda dengan riwayat lain dengan lafazh ‘di bulan Dzulqa’dah’. Komprominya, Nabi umrah di akhir bulan Syawal dan di awal bulan Dzulqa’dah. Hal ini diperkuat dengan hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Mujahid dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah umrah kecuali di bulan Dzulqa'dah." 

3. Menikah

Disunnahkan melangsungkan akad nikah di bulan Syawal apabila di suatu daerah muncul bid’ah yakni anggapan sial menikah di bulan Syawal. Pada saat tersebut, dianjurkan membangun rumah tangga di bulan Syawal untuk menyelisihi pelaku bid’ah.

'Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal dan membangun rumah tangga denganku di bulan Syawal. Lantas, siapakah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih beliau cintai melebihi diriku?”

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga menyukai apabila para wanita dipertemukan dengan suaminya di bulan Syawal (HR Muslim)

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Maksud ‘Aisyah dengan pernyataan tersebut adalah membantah keyakinan Jahiliyah dan anggapan orang awam yang memakruhkan menikah dan berkumpulnya suami istri di bulan Syawal. Pendapat ini keliru dan tidak ada dasarnya sama sekali, bahkan termasuk peninggalan Jahiliyah. Mereka dahulu tathayyur (beranggapan sial) dengan hal tersebut karena nama Syawal diambil dari kata isyalah yang maknanya mengangkat."

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement