Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengapa Gelar Haji Tidak Ada di Arab Saudi?

Hantoro , Jurnalis-Rabu, 24 April 2024 |15:24 WIB
Mengapa Gelar Haji Tidak Ada di Arab Saudi?
Ilustrasi penyebab gelar haji tidak ada di Arab Saudi. (Foto: Okezone)
A
A
A

MENGAPA gelar haji tidak ada di Arab Saudi? Gelar haji atau hajah ternyata hanya ada di Indonesia. Ini disematkan kepada orang-orang yang pernah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Makkah. Secara otomatis di depan nama mereka akan disematkan gelar haji untuk laki-laki dan hajah untuk perempuan. 

Sementara di Arab Saudi maupun negara belahan dunia mana pun ketika seseorang pulang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Makkah tidak ada yang menambahkan gelar haji (H) atau hajah (Hj) tersebut.

Sejarah Gelar Haji di Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata haji bermakna Rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kabah pada bulan haji (Dzulhijjah) dan mengerjakan amalan haji seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf di Padang Arafah.

Secara bahasa, haji memiliki makna menziarahi atau mengunjungi. Oleh karena itu, istilah ini digunakan untuk orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji, bukan untuk mereka yang telah selesai menunaikan ibadah haji. 

Jamaah haji. (Foto: Dani Jumadil Akhir/Okezone)

Bila ada seseorang pulang dari menunaikan ibadah haji, sebenarnya sematan haji baginya sudah tuntas sebab tidak lagi dalam proses berziarah. Hanya saja di Indonesia gelar haji dan hajah masih tetap melekat.

Orang-orang yang telah selesai melaksanakan ibadah haji mendapat gelar tambahan haji. Meski begitu, sebagian orang memandang hal tersebut tidak baik, sebab bisa menimbulkan sikap riya', pamer, sehingga bisa merusak nilai ibadahnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sebagian lainnya beralasan pemakaian gelar haji atau hajjah untuk mengingat susahnya menempuh perjalanan pergi pulang dari Indonesia ke Tanah Suci Makkah. Sehingga, dipakailah gelar haji atau hajjah sebagai tanda perjuangan untuk menunaikan ibadah.

Berdasarkan penjelasan arkeolog Islam Nusantara, Agus Sunyoto, gelar haji di Indonesia mulai muncul sejak tahun 1916. Gelar haji sebenarnya merupakan pemberian Kolonial Belanda.

Pada zaman penjajahan tersebut, Belanda sangat membatasi gerak-gerik kaum Muslimin dalam berdakwah. Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama Islam terlebih dahulu harus mendapat izin dari pihak Pemerintah Belanda.

Belanda sangat khawatir akan menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi yang berujung menimbulkan pemberontakan. Maka itu, segala jenis peribadahan sangat dibatasi, termasuk ibadah haji.

Bahkan, Belanda sangat berhati-hati untuk ibadah haji, lantaran ketika itu mayoritas orang yang pergi menunaikan ibadah haji, saat pulang kembali ke Tanah Air Indonesia akan melakukan perubahan. 

Diketahui pada zaman pendudukan Belanda, sudah banyak pahlawan Indonesia yang menunaikan ibadah haji, seperti Pangeran Diponegoro, HOS Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, dan masih banyak yang lainnya.

Kepulangan mereka dari menunaikan ibadah haji banyak membawa perubahan untuk Indonesia ke arah yang lebih baik. Tentu hal seperti ini merisaukan pihak Belanda. Maka itu, Belanda berusaha mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik para ulama.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad Tahun 1903. Kala itu Pemerintahan Kolonial Belanda mengkhususkan Pulau Onrust dan Pulau Kayangan (sekarang Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu (sekarang termasuk wilayah DKI Jakarta) menjadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia. 

Di Pulau Onrust dan Pulau Kayangan (sekarang Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu, orang-orang yang pulang dari menunaikan ibadah haji banyak yang dikarantina. Setelah itu akan dipulangkan ke kampung halaman masing-masing.

Oleh sebab itu, gelar haji menjadi sebagai cap yang memudahkan Pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi orang-orang yang dipulangkan ke kampung halamannya. Mereka juga jadi mudah untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.

Hingga kini kebiasaan penambahan gelar haji (H) dan hajah (Hj) di depan nama orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah pada akhirnya menjadi turun-temurun dan dijadikan gelar yang memiliki nilai prestise tersendiri di mata masyarakat.

Demikian sejarah gelar haji dan hajah di Indonesia yang ternyata tidak ada di Arab Saudi atau negara lain. Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement