Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPECIAL REPORT: Selfie di Tanah Suci, Syiar atau Riya?

Hantoro , Jurnalis-Minggu, 23 Juni 2024 |10:44 WIB
SPECIAL REPORT: Selfie di Tanah Suci, Syiar atau Riya?
Special Report: Kontroversi Selfie di Tanah Suci. (Foto: Okezone)
A
A
A

Imam An-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak memberikan balasan dan tidak menghitung amal seseorang berdasarkan tampilan fisiknya, namun berdasarkan apa yang ada di hatinya.

Sementara niat dalam kitab Al-Furuq Al-Lughawiyah dipahami dengan keinginan sebelum berbuat. Adapun "amal" berarti pekerjaan atau perbuatan. Jika dihubungkan dengan niat, maka amal berarti implementasi dari niat.

Allah Azza wa Jalla memberikan umat manusia potensi untuk melakukan sesuatu, namun keputusan berbuat dan memanfaatkan potensi tersebut diserahkan kepada tiap orang. Ada yang dengan potensi tersebut digunakan untuk keburukan dan kejahatan. Tapi, ada juga yang memanfaatkannya dalam hal-hal positif dan kebaikan.

Ada yang berbuat maksimal, namun banyak pula yang mengabaikan potensi tersebut dengan tidak melakukan satu amal apa pun dalam setiap waktunya. Tapi, ada kalanya umat manusia menampakkan nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana firman-Nya dalam Alquran Surat Ad-Dhuha Ayat 11:

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Artinya: "Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur)."

"Yakni tentang kewajiban menceritakan nikmat kepada orang lain. Dengan penjelasan di atas tidak bisa disimpulkan bahwa hukumnya wajib menceritakan segala nikmat yang telah Allah berikan sebagai rasa syukur kepada-Nya," beber Ustadz Ady.

Ulama tafsir Ibnu Asyur dalam tafsirnya menjelaskan kewajiban menceritakan nikmat sebagai bentuk syukur atas nikmat yang diberikan merupakan kewajiban bagi nabi, karena nabi adalah sosok yang ma'sum atau terjaga dari sifat riya'.

Dengan demikian, kewajiban menceritakan nikmat bagi nabi adalah kewajiban.

Adapun bagi umat manusia, terkadang dengan menceritakan nikmat kepada orang lain justru merupakan menjadi riya' dan kesombongan. Terkadang menceritakan nikmat dapat mencabik-cabik perasaan orang lain yang tidak mendapatkan nikmat yang sama.

Nah, di sinilah orang perlu meninjau kembali, antara lebih baik menceritakan nikmat atau tidak menceritakannya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement