HUKUM dana talangan umrah dan haji dibahas dalam artikel berikut ini. Dalam praktiknya, dana talangan umrah dan haji ini masih mendapat kritikan dari para ulama.
Dikutip dari Almanhaj.or.id, pakar ekonomi syariah Ustadz Dr Erwandi Tirmidzi MA menyatakan kepastian akan kehalalan atau tidaknya produk dana talangan umrah dan haji ini sangat berhubungan dengan kemabruran ibadah orang yang mendapatkan dana produk ini.
Diriwayatkan oleh Imam Tabrani, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ آللَّهَ تَعَاَلَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
"Sesungguhnya Allah adalah baik dan tidak menerima kecuali yang baik." (Hadits Riwayat Muslim)
Bentuk Akad Dana Talangan Haji dan Umrah
Ustadz Erwandi Tirmidzi mencontohkan, seseorang yang ingin mendaftar haji mendatangi salah satu lembaga keuangan Syariah, lalu mendaftarkan diri untuk haji dengan membuka rekening tabungan haji, serta membayar saldo minimal Rp500 ribu.
"Kemudian agar ia mendapatkan kepastian kursi untuk tahun berapa, maka ia harus melunasi sebanyak Rp20 juta. Bank dapat memberikan dana talangan dengan pilihan Rp10 juta, Rp15 juta, Rp18 juta," papar Ustadz Erwandi Tirmidzi.
Andai pendaftar memilih talangan Rp18 juta, berarti ia mengeluarkan dana tunai pribadinya sebesar Rp2 juta. Lalu Rp18 juta akan ditalangi oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Utang pendaftar ini ke lembaga keuangan syariat (LKS) sebanyak Rp18 juta akan dibayar secara angsuran selama satu tahun ditambah dengan biaya administrasi sebanyak Rp1,5 juta. Sehingga yang harus dibayar ke LKS sebanyak Rp19,5 juta.
Jika dalam setahun tidak terlunasi utangnya kepada bank, maka ia dikenakan biaya administrasi baru.
Andai pendaftar memilih talangan sebesar Rp15 juta, berarti ia mengeluarkan dana pribadinya sebesar Rp5 juta tunai, sementara Rp15 juta akan ditalangi oleh LKS.
Utang pendaftar yang berjumlah Rp15 juta akan dibayarkan ke LKS secara angsuran selama 1 tahun ditambah dengan biaya administrasi sebanyak Rp1,3 juta. Sehingga yang harus dibayarnya ke LKS sebanyak Rp16,3 juta. Jika dalam setahun tidak terlunasi utangnya kepada LKS, maka ia dikenakan biaya administrasi baru.
Andai pendaftar memilih talangan Rp10 juta, berarti ia mengeluarkan dana pribadinya sebesar Rp10 juta tunai. Dana 10 juta akan ditalangi oleh LKS. Utang pendaftar ini ke LKS sebanyak Rp10 juta akan dibayar secara angsuran selama 1 tahun ditambah dengan biaya administrasi sebanyak Rp 1 juta.
Sehingga yang harus dibayarnya ke LKS sebanyak Rp11 juta. Jika dalam setahun tidak terlunasi utangnya kepada bank, maka ia dikenakan biaya administrasi baru.
Tinjauan Fikih
Ustadz Erwandi Tirmidzi menjelaskan, jika diperhatikan secara saksama, maka didapati bahwa dalam produk dana talangan haji ini ada dua akad yang digabung dalam sebuah produk. Kedua akad tersebut adalah akad qardh (pinjam meminjam) dalam bentuk pemberian talangan dana haji dari pihak bank kepada pendaftar haji.
Akad yang kedua adalah ijarah (jual beli jasa) dalam bentuk ujrah (fee administrasi yang diberikan oleh pendaftar haji sebagai pihak terhutang kepada LKS atau bank sebagai pemberi pinjaman).
Menggabungkan akad qardh dengan ijarah telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ
"Tidak halal menggabungkan akan pinjaman dan akad jual beli." (HR Abu Dawud dan dishahihkan Syekh Al-Albani rahimahullah)
Akad ijarah termasuk akad jual beli yaitu jual beli jasa. Dengan demikian, produk dana talangan haji ini bertentangan dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas karena dalam produk tersebut digabungkan dua akad tersebut.
Alasan lainnya, akad ijarah ini bisa dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk mengambil laba dari pinjaman yang diberikan sehingga termasuk dalam larangan pinjaman yang mendatangkan manfaat (keuntungan).
Namun bila pintu pengambilan keuntungan ini dapat ditutup rapat maka bisa saja digunakan sebagaimana difatwakan oleh berbagai lembaga fikih nasional dan internasional. Sebagaimana yang dinyatakan dalam fatwa DSN yang membolehkan mengambil biaya administrasi yang nyata-nyata diperlukan dalam jumlah tetap dan bukan berdasarkan besarnya pinjaman.
Namun ternyata fatwa tersebut tidak dijalankan pada praktik yang dijelaskan sebelumnya, yakni besarnya biaya administrasi bervariasi berdasarkan besarnya pinjaman yang diberikan oleh pihak bank.
Ini jelas-jelas bahwa pihak bank tidak sekadar menarik biaya administrasi yang nyata-nyata diperlukan, akan tetapi di sana telah dimasukkan laba dari pinjaman. Maka jelas ini hukumnya termasuk riba.
Jika dilihat dari persentase besarnya biaya adminstrasi ini, yaitu sekira 10 persen dari besarnya pinjaman, ini hampir sama dengan bunga pinjaman yang ditarik oleh bank konvensional.
Himbauan
1. Untuk lembaga keuangan syariah agar menerapkan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DSN) dan tidak keluar dari fatwa, yaitu menarik biaya administrasi yang nyata-nyata diperlukan dengan besaran biaya tetap, tidak berdasarkan besarnya pinjaman. Jika ini dilanggar, maka akan menyebabkan terjatuh ke dalam praktik riba.
2. Untuk DSN, selain mengeluarkan fatwa diharapkan dapat memberikan sanksi bagi lembaga-lembaga yang menerapkan produk tidak sesuai dengan yang difatwakan melalui DSN yang terdapat di setiap bank syariah.
3. Untuk masyarakat yang mendaftar haji jangan sampai terjebak dalam produk ini karena mengandung syubhat riba yang berakibat terhadap kemabruran hajinya karena berangkat menggunakan harta yang diperoleh dengan cara riba. Hendaklah ia membayar tunai sebanyak Rp20 juta agar bisa mendapatkan kepastian seat (nomor urut) untuk tahun keberangkatan, dan jangan menggunakan dana talangan bank.
Bagi kaum Muslimin yang telah telanjur, maka ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al Baqarah (2): 275)
"Dan hendaklah ia berusaha sekuat tenaga untuk menutupi sisa talangan secepatnya. Semoga Allah Azza wa Jalla menerima ibadah haji umat Islam," pungkasnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)