JAKARTA - Di era digitalisasi saat ini, banyak orang suka sekali memposting aktivitas mereka di media sosial. Itu termasuk memposting saat memberikan sedekah.
Lalu, bagaimana hukumnya memperlihatkan sedekah di media sosial?
Melansir laman NU, Selasa (10/12/2024), untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, Surat Al-Baqarah ayat 262 memberikan petunjuk yang jelas mengenai sikap yang seharusnya diambil saat berdonasi :
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya, “Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih.”
Surat Al-Baqarah ayat 262 menegaskan, cara berinfak yang baik adalah dengan menjaga kerahasiaan, tidak menyebut-nyebutnya atau menyakiti perasaan penerima, agar pahala yang diperoleh tidak berkurang. Ayat ini menjadi pengingat bagi para donatur untuk tidak merasa khawatir kehilangan harta yang mereka sedekahkan.
Namun, ayat ini juga perlu menjadi bahan refleksi yang lebih mendalam, dan memerlukan penafsiran para ulama agar dapat dipahami secara lebih komprehensif, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman tentang cara berdonasi di zaman sekarang.
Mengenai etika bersedekah, dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 271 Allah berfirman:
اِنْ تُبْدُواالصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya, “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini memiliki berbagai penafsiran yang disampaikan para ulama. Berikut adalah beberapa penafsiran yang relevan:
Pertama, Imam Al-Qurtubi dalam kitabnya Al-Jami' li Ahkam alquran Jilid III (hlm. 369-370) mengatakan:
قوله تعالى: {وَإِن تُبْدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ...} قال ابن عباس: فجعل الله صدقة السر في التطوع تفضل علانية بعشر درجات، وجعل صدقة الفريضة علانية أفضل من سر بسبعين درجة
Artinya, “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali...Ibnu Abbas berkata: Allah menjadikan sedekah secara sembunyi dalam konteks sedekah sunah lebih utama daripada terang-terangan dengan sepuluh derajat, dan Allah menjadikan sedekah wajib secara terang-terangan lebih utama daripada sembunyi-sembunyi dengan tujuh puluh derajat.”
Al-Qurtubi melanjutkan, keutamaan sedekah yang dilakukan secara tersembunyi, terutama dalam sedekah sunnah, adalah karena ia lebih menjauhkan dari riya'. Sementara itu, sedekah yang dilakukan secara terang-terangan, khususnya dalam zakat wajib, justru lebih menghindarkan seseorang dari tuduhan bahwa mereka tidak menunaikan kewajiban zakat.
Kedua, Imam Ibnu Qayyim al-Jawziyyah dalam kitab Zadul Ma'ad menyatakan, sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi adalah cara terbaik untuk menjaga hati dari sifat-sifat negatif, seperti ujub dan riya.
Ia menjelaskan, sedekah yang dilakukan dengan cara ini memiliki dampak yang lebih besar dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya. Pernyataan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah mengenai keutamaan sedekah yang tersembunyi dapat ditemukan dalam Zadul Ma'ad Jilid I, halaman 305:
وَأَمَّا الصَّدَقَةُ فَإِنَّهَا أَحْسَنُ مَا يَكُونُ إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْخَفَاءِ فَإِنَّهَا تَكُونُ أَبْعَدَ عَنْ الرِّيَاءِ وَأَحْفَظَ لِقَلْبِ الْمُتَصَدِّقِ مِنَ الْعُجْبِ وَالنَّظَرِ إِلَى النَّفْسِ وَرُؤْيَةِ فَضْلِهِ عَلَى الْمَحْسِنِ إِلَيْهِ. وَهِيَ أَعْظَمُ فِي أَجْرِهَا وَتَثْبِيتِ الْمُتَصَدِّقِ عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ وَأَقْرَبُ إِلَى الْإِخْلَاصِ
Artinya, “Adapun sedekah, maka sedekah itu paling baik jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena itu lebih jauh dari riya, dan lebih menjaga hati orang yang bersedekah dari sifat ujub, melihat diri sendiri, dan merasa memiliki keutamaan atas orang yang diberi sedekah. Sedekah yang dilakukan secara sembunyi memiliki pahala yang lebih besar, lebih meneguhkan orang yang bersedekah dalam ketaatan kepada Allah, dan lebih mendekatkannya kepada keikhlasan.”
Ketiga, Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumid Din terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah tahun 2004, halaman 292, mengungkap bahwa sedekah secara terang-terangan memiliki keutamaan yang besar.
قال الرازي في تفسيره: وأما الوجه في جواز إظهار الصدقة فهو أن الإنسان إذا علم أنه إذا أظهرها صار ذلك سببا لاقتداء الخلق به في إعطاء الصدقات فينتفع الفقراء بها فلا يمتنع والحال هذه أن يكون الإظهار أفضل انتهى
Artinya, “Menampakkan sedekah jika ada manfaat agama dalam penampakan tersebut, seperti mendorong orang lain untuk bersedekah atau meringankan beban orang miskin dan membutuhkan, lebih baik. Namun, jika penampakan sedekah tersebut mengarah pada riya' atau pamer, maka menyembunyikannya lebih baik.”
Wallahualam.
(Erha Aprili Ramadhoni)