JAKARTA - Shalat dan haji adalah dua rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap Muslim yang mampu. Namun, bagaimana hukum haji bagi seseorang yang tidak melaksanakan shalat? Apakah hajinya sah dan diterima di sisi Allah? Dalam kajian fikih Islam, ulama memiliki pandangan berbeda mengenai masalah ini.
Shalat merupakan ibadah utama yang membedakan antara seorang Muslim dan non-Muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
Artinya: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'."
(QS. Al-Baqarah: 43).
Shalat bukan hanya ibadah wajib, tetapi juga tiang agama yang menopang keislaman seseorang. Rasulullah SAW bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Artinya: "Pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad."
(HR. Tirmidzi, no. 2616).
Meninggalkan shalat bukanlah perkara ringan. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW menegaskan:
العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Artinya: "Perjanjian antara kami (Muslimin) dan mereka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya, maka dia telah kafir." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Hibban).
Hadist ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat dengan sengaja dapat membawa seseorang ke dalam kekufuran. Jika seseorang telah dianggap keluar dari Islam, maka ibadah lainnya, termasuk haji, menjadi tidak sah karena haji adalah ibadah yang disyariatkan bagi Muslim.