Namun, ada dampak dari pendekatan berbasis syarikah. Ada beberapa pasangan suami istri atau anak dan orangtua atau pendamping dengan lansia dan disabilitas yang terpisah (tidak tinggal satu hotel) karena beda Syarikah.
PPIH pun sudah melakukan identifikasi terkait isu di atas. Muchlis melihat secara umum jamaah yang berangkat bersama keluarganya masih tinggal satu hotel di Makkah.
“Memang ada pasangan suami istri yang terpisah, orangtua yang terpisah dengan anaknya, serta ada juga beberapa jemaah disabilitas yang terpisah dengan pendampingnya. Ini terus kita mitigasi agar dampaknya bisa diminimalisir dan jemaah tetap nyaman dalam beribadah,” ujar Doktor dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al-Quran dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini.
“Sebagai bagian dari proses mitigasi, hal ini juga kita bahas dengan pihak Arab Saudi agar bisa didapat solusi terbaik,” kata putra asli Betawi ini.
Meski ada yang terpisah dengan keluarganya saat tinggal di hotel Makkah, Muchlis memastikan seluruh jamaah mendapatkan pelayanan maksimal. Salah satu pelayanan kelas satu yang diterima jamaah haji asal Indonesia adalah makanan cita rasa khas nusantara.
“Sajian katering bercita rasa nusantara ini diantarkan ke jemaah sesuai waktu penyajian untuk dinikmati bersama oleh jamaah, termasuk pasangan suami istri, orang tua dan anaknya, serta disabilitas dan lansia bersama para pendampingnya,” tutup pria yang juga menjabat sebagai Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama.
(Khafid Mardiyansyah)