Dari hadis tersebut, bahwa puasa Tasu’a dilakukan agar tidak menyerupai ibadah kaum Yahudi dan Nasrani. Hal ini juga ditegaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ (juz 6, hlm. 383).
Adapun, keutamaan puasa Asyura dijelaskan melalui sabda Nabi Muhammad SAW:
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Adapun puasa pada hari Asyura, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR Muslim no 1162)
Imam An-Nawawi (w. 676 H) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “dosa” dalam hadis tersebut adalah dosa-dosa kecil.
Adapun, dosa besar hanya bisa diampuni dengan taubat nasuha, yakni taubat yang sungguh-sungguh. Meski demikian, puasa ini juga dapat meringankan dosa besar atau meningkatkan derajat seorang hamba di sisi Allah SWT (An-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 8, hlm. 51).
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.
“Aku berniat puasa sunnah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT.”