JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Menteri Agama Nasuruddin Umar menyebutkan, spiritualitas harus kembali menjadi roh pendidikan.
Nasaruddin menegaskan, kurikulum ini lahir dari kegelisahan atas dominasi pendidikan yang hanya berorientasi pada aspek kognitif semata. Menurutnya, cinta adalah bahasa universal yang bisa menjembatani perbedaan dan menyatukan umat manusia dalam harmoni.
“Jangan sampai kita mengajarkan agama, tapi tanpa sadar menanamkan benih kebencian kepada yang berbeda. Kurikulum ini adalah upaya menghadirkan titik-titik kesadaran universal dan membangun peradaban dengan cinta sebagai fondasi,” ujar Menag, melansir laman Kemenag, Jumat (25/7/2025).
Ia menambahkan, spiritualitas harus kembali menjadi roh pendidikan, termasuk dalam konteks ekoteologi, yaitu kesadaran bahwa manusia bukan penguasa atas alam, melainkan bagian dari sistem kehidupan yang harus dijaga bersama.
“Teologi ini harus melahirkan logos yang berbuah menjadi habit. Jika itu terwujud, kita akan membentuk generasi yang kuat dalam moral, lembut dalam sikap, dan kokoh dalam kebersamaan,” tuturnya.
Kurikulum Berbasis Cinta dibangun atas lima nilai utama yang disebut Panca Cinta. Kelimanya adalah Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cinta kepada Diri dan Sesama, Cinta kepada Ilmu Pengetahuan, Cinta kepada Lingkungan, dan Cinta kepada Bangsa dan Negeri.
Kelima nilai ini menjadi kerangka dasar dalam membentuk perilaku dan visi hidup peserta didik. Kelima nilai ini diintegrasikan tidak hanya dalam pelajaran agama, tetapi lintas mata pelajaran dan jenjang pendidikan.
“Kita ingin madrasah dan sekolah menjadi ruang suci yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menghangatkan jiwa,” ungkap Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno.
Ia menyampaikan, KBC dikembangkan secara kolaboratif oleh Direktorat KSKK Madrasah sejak akhir 2024, melalui uji coba di 12 madrasah di berbagai provinsi dan lima kali uji publik yang melibatkan pakar nasional seperti Prof Yudi Latif, Alissa Wahid, Haidar Bagir, dan Prof Fasli Jalal.
KBC akan diimplementasikan secara bertahap melalui pelatihan daring lewat MOOC PINTAR, pelatihan calon pelatih, dan penguatan pemantauan melalui program MAGIS, yang dikembangkan bersama mitra strategis seperti INOVASI. Sinergi antar unit di lingkungan Ditjen Pendis seperti GTK, PAI, dan Pusbangkom juga akan memperkuat eksekusi kurikulum ini.
“Kurikulum ini bukan hanya milik madrasah, tapi milik seluruh bangsa. Ia akan memperkuat tri pusat pendidikan: sekolah, rumah, dan masyarakat. Karena pendidikan yang utuh harus melibatkan semua pihak,” tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)