JAKARTA - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i memberi perhatian khusus pada pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren. Wamenag menilai tiga fungsi pesantren sebagaimana diatur dalam undang-undang No 18 tahun 2019 tidak cukup lagi dikelola hanya oleh satuan kerja setingkat eselon II atau direktorat.
Pesantren kali pertama masuk Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dalam UU No 20 tahun 2003. Beberapa tahun berikutnya, berdiri Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sebagai satuan kerja setingkat eselon II pada Ditjen Pendidikan Islam. Sejak 2024, satuan kerja ini berubah nama menjadi Direktorat Pesantren dan kini diusulkan Kementerian Agama menjadi Ditjen Pesantren.
Menurut Wamenag, pembentukan Ditjen Pesantren sudah memenuhi tiga kriteria penataan organisasi, yaitu: tepat fungsi, tepat proses, dan tepat ukur. Dari sisi fungsi, pasal 4 UU No 18 tahun 2019 mengatur tiga fungsi pesantren, yaitu: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
“Ketiga fungsi ini bahkan sudah diperankan banyak pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Pesantren sudah ada sejak abad 15 masehi,” kata Romo Muhammad Syafi’i, melansir laman Kemenag, Kamis (9/10/2025).
Kementerian Agama (Kemenag) mencatat saat ini ada lebih dari 42 ribu pesantren yang terdaftar. Jumlah pesantren bahkan diperkirakan bisa mencapai 44 ribu karena masih ada beberapa lembaga yang belum terdaftar. Puluhan ribu pesantren itu, kini mengelola lebih dari 11 juta santri dengan kurang lebih 1 juta kiai atau dewan guru.
Selain itu, Direktorat Pesantren saat ini juga membina 104.204 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan 194.901 Lembaga Pendidikan Al-Qur'an (LPQ). “Ini secara kuantitas bukan jumlah yang sedikit,” tutur Syafi'i.
Ia pun mengungkap usulan pembentukan Ditjen Pesantren sudah ada sejak 2019. Usulan pertama disampaikan Kementerian Agama ke KemenPAN-RB pada 2019, era kepemimpinan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Saat itu, usulan belum disetujui karena dianggap belum urgen.
“Padahal, fakta membuktikan fungsi Ditjen Pendis saat itu bahkan sudah tidak lagi mampu menampung beban Direktorat Pesantren. Jika penundaan terus dipaksakan, akan muncul konsekuensi serius terhadap stabilitas kelembagaan dan politik keagamaan,” ucapnya.
Usulan kembali disampaikan Kemenag pada September 2021, di era kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Kholil Qoumas. Saat itu, usulan Kemenag diminta untuk ditinjau lagi urgensinya dengan memanfaatkan fungsi yang sudah ada sambil menunggu rekomendasi DPR. Usulan kembali disampaikan pada April 2023 oleh Kemenag.
Lalu, pembentukan Ditjen Pesantren diusulkan lagi pada 11 Desember 2024, di era kepemimpinan Menag Nasaruddin Umar. Pada usulan terakhir, Menteri PAN-RB memberikan jawaban dengan membuat rekomendasi agar dilakukan revisi terhadap naskah akademik pendirian Ditjen Pesantren.
“Kemarin, pada 7 Oktober 2025, saya bersama Kepala Biro Ortala serta Kepala Biro Hukum dan KLN Kementerian Agama menyerahkan perbaikan naskah akademik pendirian Ditjen Pesantren sebagaimana yang diminta Menteri PAN-RB,” sebut Wamenag.
“Harapan kita izin prakarsa dari Presiden bisa terbit sebelum 22 Oktober 2025 sebagai hadiah pada hari santri, sekaligus penghormatan kepada para kyai yang telah mendedikasikan diri untuk pengembangan pesantren," tutur Syafi'i.
(Erha Aprili Ramadhoni)