Setelah mendapatkan identitas dan alamat lengkap syekh yang dimaksud, Al-Ghazali segera berangkat untuk menemui dan berguru kepadanya.
“Wahai tuan guru, aku ingin menjadi muridmu dan belajar ilmu kepadamu,” ucap Al-Ghazali saat bertemu dengan sosok guru zuhud itu.
Sepertinya sang guru meragukan niat dan keinginan Al-Ghazali. Ia kemudian mencoba menguji keseriusan Al-Ghazali.
“Sepertinya kamu tidak akan sanggup menaati perintahku,” jawabnya pada Al-Ghazali.
“Insya Allah aku sanggup,” tegas Al-Ghazali.
“Kalau begitu, coba sekarang kamu bersihkan lantai ini,” ucap sang guru memerintahkan Al-Ghazali.
Saat menatap sapu dan hendak mengambilnya, syekh yang khumul ini kemudian memerintahkan Al-Ghazali menyapu lantai itu tidak dengan sapu, tapi dengan tangannya sendiri. Al-Ghazali pun membuktikan keseriusannya. Ia membersihkan lantai dengan tangannya sendiri.
Tidak berhenti di sini, sang guru lagi-lagi memberikan ujian. Ia memerintahkan Al-Ghazali untuk membersihkan kotoran yang ada di sekitarnya.
“Bersihkan kotoran itu dengan baju yang kamu pakai,” perintahnya pada Al-Ghazali.
Ketika Al-Ghazali hendak melepas pakaiannya, sang guru kemudian melihat pancaran keikhlasan dalam diri Al-Ghazali. Ia pun segera mencegahnya lalu menyuruhnya pulang.
Sejak saat itu, Al-Ghazali merasakan ketenangan batin, hatinya terbuka, dan mampu menerima cahaya ilmu yang luar biasa dari Allah. Al-Ghazali kemudian menyadari semua ilmu yang sebelumnya ia ajarkan kepada murid-muridnya tampak begitu kecil dibandingkan ilmu yang Allah limpahkan ke dalam hatinya.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)