JAKARTA - Bolehkah wudhu sambil berbicara atau mengobrol? Apakah hal ini akan membatalkan wudhu yang merupakan syarat sah sholat?
Hal ini mungkin masih menyisakan pertanyaan. Sejumlah ulama sudah membahas hal ini.
Salah satunya dijelaskan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain, termasuk adab ketika berwudhu adalah tidak banyak berbicara dengan orang lain.
Itu karena saat berwudhu sebaiknya seseorang fokus dan menghadirkan hati, sambil membaca doa-doa yang dianjurkan pada setiap basuhan, seperti saat membasuh tangan, wajah, atau kaki.
Namun, Syekh Nawawi menjelaskan larangan berbicara ini bukan berarti mutlak tidak boleh bicara sama sekali, melansir laman NU, Kamis (23/10/2025). Berbicara tetap diperbolehkan jika ada kebutuhan atau alasan penting.
Misalnya, ketika seseorang sedang berwudhu lalu ada orang lain yang hampir terpeleset karena lantai licin, maka wajib baginya untuk memperingatkan. Atau ketika ada orang bertanya sesuatu yang mendesak, seperti menanyakan arah kiblat atau waktu shalat, maka menjawabnya diperbolehkan. Simak penjelasan Syekh Nawawi berikut:
( و ترك تكلم) فى اثتاء و ضوئه بغير ذكر لانه شاغل عن العبادة و قد يسن لعذر بل يجب لنحو انذار من خيف عليه مؤذ لم يشغر به
Artinya: “(Dan hendaknya ia meninggalkan berbicara) ketika sedang berwudhu selain zikir (karena hal itu dapat melalaikan dari ibadah). Namun, berbicara bisa disunnahkan bila ada uzur, bahkan wajib apabila untuk memperingatkan seseorang yang dikhawatirkan tertimpa bahaya yang tidak ia sadari,” (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1971 M], hlm. 25).
Sementara itu, Imam Muhammad Ad-Dusuqi menjelaskan hukum berbicara ketika sedang berwudhu adalah makruh. Artinya, orang yang berwudhu sebaiknya diam dan fokus agar wudhunya lebih sempurna dan khusyuk. Namun, jika terpaksa berbicara karena ada keperluan penting, hal itu masih diperbolehkan.
وأما مكروهاته فالإكثار من صب الماء وكثرة الكلام في غير ذكر الله والزيادة على الثلاثة في المغسول وعلى واحدة في الممسوح على الراجح وإطالة الغرة ومسح الرقبة والمكان الغير الطاهر وكشف العورة
Artinya: "Adapun hal-hal yang makruh (dalam wudhu) adalah: memperbanyak penggunaan air, banyak berbicara selain zikir kepada Allah, menambah basuhan lebih dari tiga kali pada anggota yang dibasuh, dan lebih dari satu kali pada anggota yang diusap, menurut pendapat yang lebih kuat, serta memanjangkan basuhan pada dahi dan pipi (melebihi batas wajah), mengusap leher, berwudhu di tempat yang tidak suci, dan membuka aurat," (Muhammad Ad Dusuqi, Hasiyatut Dusuqi ala Syarh Al-Kabir, (Kairo: Darul Ihya Al-Araby, tt) Jilid I, hlm. 104).
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab menjelaskan berbicara saat wudhu bukan termasuk makruh tahrim, melainkan hanya makruh ringan atau makruh tanzih. Ini berarti, lebih baik dihindari agar wudhunya lebih sempurna.
Ia mengutip pendapat Qadhi ‘Iyadh yang menyebut para ulama memang memakruhkan berbicara saat wudhu atau mandi janabah. Namun, kemakruhannya hanya dalam arti meninggalkan sesuatu yang lebih utama, karena tidak ada larangan tegas terkait hal ini.
( فرع ) قد ذكر المصنف أن سنن الوضوء اثنتا عشرة ,وأن يجمع بين نية القلب ولفظ اللسان وأن لا يستعين في وضوئه لغير عذر، وأن لا يتكلم فيه لغير حاجة ، والتسمية، وغسل الكفين، والمضمضة ، والاستنشاق ، والمبالغة فيهما لغير الصائم ، والجمع بينهما بثلاث غرف على الأصح ، والسواك على الأصح ، والاستنثار بعد الاستنشاق، وأن يبدأ في الوجه بأعلاه ،وقد نقل القاضي عياض في شرح صحيح مسلم أن العلماء كرهوا الكلام في الوضوء والغسل ، وهذا الذي نقله من الكراهة محمول على ترك الأولى، وإلا فلم يثبت فيه نهي فلا يسمى مكروها إلا بمعنى ترك الأولى
Artinya: "Cabang pembahasan: Penulis menyebutkan bahwa terdapat 12 sunnah dalam berwudhu, yaitu menggabungkan niat dalam hati dengan pengucapan lisan, tidak meminta bantuan orang lain kecuali karena uzur, dan tidak berbicara selama wudhu kecuali jika ada kebutuhan. Sunnah lainnya meliputi membaca basmalah, mencuci kedua telapak tangan, berkumur (al-madhmadlah), menghirup air ke hidung (al-istinsyaq), serta berlebih dalam melakukannya bagi yang tidak berpuasa.
Selain itu, dianjurkan menggabungkan kumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air menurut pendapat yang lebih kuat, bersiwak, mengeluarkan air dari hidung setelah dihirup (al-istintsar), serta memulai basuhan wajah dari bagian atasnya. Qadhi ‘Iyadh dalam syarah Shahih Muslim menukil bahwa para ulama memakruhkan berbicara saat berwudhu maupun mandi janabah; namun kemakruhan yang dimaksud adalah dalam arti meninggalkan hal yang lebih utama (khilaf al-awla), karena tidak terdapat larangan tegas dalam hal ini, sehingga tidak disebut makruh kecuali dalam pengertian meninggalkan yang lebih utama," (Imam Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, (Kairo: Idarat ath-Thaba'ah al-Muniriyyah, 1347 H), Jilid I, hlm, 487)
Dengan penjelasan di atas, hukum berbicara saat wudhu adalah makruh. Artinya, wudhunya tetap sah, tetapi tidak mendapat keutamaan yang sempurna. Karena itu, sebaiknya saat berwudhu fokus dan tidak berbicara kecuali jika ada keperluan mendesak.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)