JAKARTA - Fenomena perselingkuhan di masyarakat telah menjadi masalah sosial yang semakin meluas, didukung oleh perkembangan era digital. Perselingkuhan yang dulu dianggap aib kini menjadi konsumsi publik, tidak hanya di kalangan masyarakat perkotaan, tetapi juga menyebar ke wilayah desa.
Perselingkuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti: (1) suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong; (2) suka menggelapkan uang; korup; (3) suka menyeleweng.
Dalam praktik sosial, istilah ini merujuk pada kecurangan dalam hubungan cinta — biasanya dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki pasangan sah, namun menjalin hubungan emosional atau fisik dengan orang lain. Bentuk ekstrem perselingkuhan adalah perzinaan, namun sering kali hal itu dimulai dari tindakan yang tampak ringan: berbalas pesan mesra, bertemu diam-diam, atau berduaan tanpa mahram.
Bagaimana Islam memandang perselingkuhan, berikut penjelasannya berdasarkan laman resmi Muhammadiyah.
Dalam pandangan Islam, perselingkuhan dianggap sebagai pengkhianatan, dan pengkhianatan — sekecil apa pun — merupakan dosa besar.
Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfāl: 27)