Lebih lanjut, Najmi mengatakan, ketika ada orang miskin yang datang kepada Rasulullah dan bertanya, 'Amal apakah yang harus ku lakukan?', Nabi menjawab beramal lah dengan dengan tenagamu.
"Kalau org miskin disuruh beramal dengan harta, bisa stres lah dia. Sementara orang kaya, rasulullah berpesan untuk beramal dengan mal atau harta mereka. Jadi disesuaikan dengan kemampuan mereka masing-masing," tambahnya.
Dari contoh di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa salah satu metode pengajaran Nabi Muhammad SAW selalu dimulai dengan bahasa yang mudah dan dimengerti oleh kaumnya. Sehingga sang murid tidak ada yang menolah dan bisa menerima semua ajaran yang disampaikan.
Sementara untuk sistem pengajarannya sendiri, sejak zaman dahulu, Rasulullah selalu menerapkan sistem halaqha, zaman sekarang bisa diibaratkan seperti pesantren.
Kala itu, pertama kali Nabi Muhammad SAW berdakwah di Mekkah, ia melakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah Ibnu Al Arkom. Jumlah muridnya masih bisa dihitung dengan jari yakni, 7 orang sahabat. Kendati demikian, Rasulullah tetap mengajarkan mereka dengan sepenuh hati.
"Sahabatnya waktu itu diajarkan satu-satu cara membaca Al Quran, dan langsung dicontohkan. Kalau mengajarkan sesuatu yang kita tidak lakukan tentu orang yang diajar tidak akan percaya. Pola pendidikan inilah yang dilakukan oleh Rasulullah," jelas Najmi.