Syaikhona Kholil marah dan menyuruh Moh. Rowi untuk segera mengambil kembali kitabnya. Setelah kitab itu diambil dari temannya, segera kitab Alfiyah itu dihaturkan oleh Moh. Rowi kepada Sang Guru dan kemudian Syaikhona Kholil menulis di bagian sampul Kitab Alfiyah itu:
الا يا مستعير الكتب دعني فان اعارتي للكتب عار
فمحبوبي من الدنيا كتابي فهل ابصرت محبوبا يعار
Ketika dikitab itu terdapat tulisan tangan oleh Syaikhona Kholil, para santri tidak ada lagi yang berani meminjamnya.
Setelah mengaji kepada Syaikhona Kholil dengan Kitab Alfiyah-nya, Moh. Rowi menjadi seorang yang alim ilmu nahwu, hafal seluruh isinya dari awal sampai akhir, bahkan konon beliau juga bisa menghafal sekalipun di balik dari bagian belakang ke bagian depan, persis seperti mimpi yang dialaminya waktu bertapa berendam di sungai Panji.
Setelah KH. Moh. Rowi wafat, kitab Alfiyah tersebut diwariskan kepada putra tertuanya, KH. Tolhah Rowi yang juga merupakan santri Syaikhona Kholil. KH. Tholhah inilah yang mendampingi Syaichona Kholil ketika menjelang detik-detik wafatnya beliau.
Dari KH. Tholhah, kitab tersebut diwariskan kepada putranya KH. A. Shidiq Muslim dan kini diwariskan kepada Lora Ahmad Rowi Shidiq Muslim.
Kitab tersebut sudah berusia 122 tahun lebih yang (terhitung dari tahun yang ditulis dibagian belakang kitab) dan kondisinya masih utuh dan tersimpan rapi di pondok Pesantren At-Tholhawiyyah Sumur Nangka Modung Bangkalan.
(Dyah Ratna Meta Novia)