Menerjemahkan bahasa asing memang bukan perkara yang mudah. Apalagi bila bahasa yang hendak diterjemahkan menyangkut kepercayaan maupun agama tertentu. Contoh paling sederhana adalah terjemahan bahasa Arab ke Bahasa Inggris, seperti terjemahan kata Makkah.
Ada banyak sekali ejaan yang digunakan untuk menyebut ‘Quran’ dan ‘Mohammad’. Namun sayangnya, masih banyak yang belum menyadari bahwa ejaan kota suci seperti ‘Makkah’ masih sering disalah artikan.
Seperti diketahui, hingga saat ini, masih banyak otoritas barat menyebut kota Makkah atau Mekkah dengan kata ‘Mecca’. Kata itu dianggap tidak benar oleh Raja Fahd bin Abdulaziz yang pada saat itu memerintah kerajaan.
Alhasil, pada 1980-an, ia memerintahkan ejaan “Makkah” wajib digunakan dalam semua korespondensi di sektor pemerintah dan swasta. Keputusan ini dituliskan oleh pihak kerajaan menggunakan aksara Latin.
Sejak saat itu, Liga Muslim Dunia dan sejumlah organisasi non-profit di seluruh dunia berpendapat bahwa sangat penting untuk menggunakan ejaan kata yang benar sebagai tanda penghormatan terhadap situs suci dan populasi umat Muslim di kota tersebut. Demikian dilansir dari Arabnews, Sabtu (10/8/2019).
Bagaimana perkembangan Kota Makkah?
Hasil penelusuran Okezone dari berbagai sumber, perkembangan Kota Makkah tidak terlepas dari keberadaan Nabi Ismail dan Hajar sebagai penduduk pertama kota ini. Mereka ditempatkan oleh Nabi Ibrahim atas perintah Allah SWT.
Seiring berkembangnya waktu, muncullah orang-orang Jurhum yang akhirnya tinggal di sana. Pada masa berikutnya, kota ini dipimpin oleh Quraisy yang merupakan kabilah atau suku yang utama di Jazirah Arab karena memiliki hak pemeliharaan terhadap Kakbah.
Suku ini terkenal dalam bidang perdagangan bahkan pada masa itu aktivitas dagang mereka dikenal hingga Damaskus, Palestina dan Afrika. Tokoh sebagai kepala kabilah Quraisy adalah Qussai yang dilanjutkan oleh Abdul Muthalib.
Pada tahun 571, Nabi Muhammad keturunan langsung dari Nabi Ismail serta Qussai, lahir di kota ini dan tumbuh dewasa. Pertama kali menerima wahyu dari Allah namun ajarannya ditolak kaumnya yang saat itu masih berada dalam kegelapan pemikiran (jahilliyah), sehingga berpindah ke Madinah.
Setelah Madinah berkembang, akhirnya nabi Muhammad kembali ke Makkah dalam misi membebaskan Kota Makkah tanpa pertumpahan darah yang dikenal dengan Fathul Makkah.
Pada masa selanjutnya Makkah berada di bawah administrasi Khulafaur Rasyidin yang berpusat di Madinah, serta para Khalifah yang saat itu berkuasa di Damaskus (Dinasti Ummayyah), Bagdad (Dinasti Abbasiyah) dan Istanbul (Usmaniyah). Kemudian setelah hancurnya sistem kekhalifahan, kota ini dikuasai oleh Syarif Makkah yang ikut melawan Pemerintah Utsmaniyah.
Tak selang beberapa lama Kota Makkah berhasil direbut dan disatukan dalam pemerintahan Arab Saudi oleh Abdul Aziz bin Saud yang kemudian menjadi pelayan bagi kedua kota suci Islam, Makkah dan Madinah. Gelar yang biasa disandang para penguasa yang pernah memimpin dua kota suci tersebut.
(Dyah Ratna Meta Novia)