Mulanya, Ko Alim berjualan es dengan cara dititipkan ke sekolahan. Harga satuan es krimnya hanya Rp1.000 dan itu jarang sekalinya habis. Paling banyak hanya dua es, totalnya hanya Rp2.000 dan diakuinya itu sangat sulit untuk mencukupi nafkah keluarganya.
Namun kini Ko Alim malah jadi seorang pemilik bengkel las besi, sekaligus menjadi pemborongnya. Usahanya makin sukses.
"Dulunya saya usaha jualan es krim, saya titipkan ke sekolah. Satunya saya jual seharga Rp 1000. Kadang yang terjual hanya dua buah saja Rp 2000. Dan itu tidak mencukupi untuk menafkahi keluarga. Dan setelah saya jadi mualaf, alhamdulillah saya sekarang usaha bengkel las, tralis, dan kanopi. Puji syukur saya kepada Gusti Allah SWT. Semua usaha saya dilancarkan dan dipermudah," ujarnya.
Perjuangan Ko Alim menjadi Mualaf juga diceritakan oleh temannya, Mohamad Misbah. Menurutnya, dulu Ko Alim bekerja dekat dengan kantor advokatnya. Mereka pun sering bertemu, hingga akhirnya dia tertarik mengenai hal-hal yang berbau Islam.