Selain itu, riwayat lainnya yang mengatakan bahwa najis anjing harus dibersihkan atau dibasuh sebanyak tujuh kali, yaitu:
مَسْأَلَةٌ: فَإِنْ وَلَغَ فِي الإِنَاءِ كَلْبٌ أَيَّ إنَاءٍ كَانَ وَأَيَّ كَلْبٍ كَانَ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ غَيْرَهُ, صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا فَالْفَرْضُ إهْرَاقُ مَا فِي ذَلِكَ الإِنَاءِ كَائِنًا مَا كَانَ ثُمَّ يُغْسَلُ بِالْمَاءِ سَبْعَ مَرَّاتٍ, وَلاَ بُدَّ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ مَعَ الْمَاءِ, وَلاَ بُدَّ, وَذَلِكَ الْمَاءُ الَّذِي يُطَهَّرُ بِهِ الإِنَاءُ طَاهِرٌ حَلاَلٌ
Artinya: "Masalah, jika seekor anjing–anjing mana pun baik anjing pemburu maupun yang lain, baik besar maupun kecil–menjilat di dalam sebuah bejana mana pun itu, maka (kita) wajib menumpahkan seluruh isi bejana tersebut, lalu membasuhnya sebanyak tujuh kali. Dan tidak boleh tidak, salah satunya dengan debu bersama air. Tidak boleh tidak bahwa air yang dipakai untuk membasuh adalah air yang suci dan halal," (Lihat Jalaluddin Al-Mahalli, Kanzur Raghibin fi Minhajit Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 109).
(Abu Sahma Pane)