Wasiat nomor satu ini memiliki arti yang sangat penting. Yakni dalam menanamkan dan memperkuat keinginannya untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang dibangunnya yakni pesantren dan madrasah.
Kedua, Ajengan Masthuro berpesan jangan saling menghasut. Sebab, perbuatan tersebut termasuk ke dalam akhlak tercela dan akan merusak kerukunan dalam keluarga.
“Ya, ini bagian wasiat Abah (panggilan keluarganya),” kata salah satu cucunya, Mumu Mudzakir pada Okezone, Jumat (18/10/2019).
Ketiga, Ajengan Masthuro pun berpesan supaya saling menutupi aib atau kesalahan oranglain. Khususnya keluarga sendiri, supaya tidak disebar-sebarkan kepada pihak luar. Dan nantinya ini akan menjadi fitnah.
Keempat, kudu silih pikanyaah yang artinya harus saling mengasihi satu sama lain. Serta, jangan sampai tak peduli terhadap saudaranya sendiri.
Kelima, Ajengan Masthuro pun berpesan harus saling memberi. Yaitu memeperbanyak sedekah sebagian harta yang dimiliki.
“Kiai Masthuro juga berpesan supaya saling memberi kepada sesame, khususnya keluarga. Dan jangan pelit,” kata Mumu.
Keenam, kudu mapay thorekat anu geus dijalankeun ku Abah. Artinya baik keluarga atau para santri Ajengan Masthuro harus menjalankan apa-apa yang sudah dilakukannya selama ini. Misalnya, memajukan pesantren.
Wasiat yang diamanatkan Kiai Masthuro ini bisa dijadikan sebagai pedoman hidup selain keluarganya. Umat Islam bisa memakai enam wasiat ini sebagai pedoman hidup agar hidupnya penuh berkah dan rahmat Allah SWT.
Wasiat ini juga berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari muslim.
Dua di antaranya adalah jangan hasut dan harus menutupi aib orang lain. Ini bisa jadi contoh yang sangat baik, di mana saat akhir zaman seperti sekarang ini banyak fitnah yang bermunculan.
"Wasiat ini bisa jadi contoh hidup," kata Mumu yang juga guru Fikih di Al Masthuriyah.