إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ.....
“Bila seseorang dari kalian mati, maka ratakanlah tanah di kuburnya. Lalu hendaknya salah seorang di antara kalian berdiri di atas kuburnya, kemudian berkata: “Wahai Fulan putra si Fulanah’. Sungguh si mayit mendengarnya dan tidak menjawabnya. (HR Thabrani).
Imam Nawawi mengomentari hadits tersebut, bahwa sekalipun hadits itu dhaif tetapi dapat dijadikan sebagai dalil penguat. Apalagi, para ulama ahli hadits dan ulama lain sepakat menerima hadits-hadits terkait amal utama, berita gembira, dan peringatan (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 304). Wallahu A’lam.
Demikian ditulis Ustadz Husnul Haq, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung, dan Dosen IAIN Tulungagung, sebagaimana dilansir dari laman Nahdatul Ulama (Nu Online) pada Selasa (17/12/2019).
(Abu Sahma Pane)