Untuk pengertian pertama, yaitu utang pedagang ke tengkulak. Utang ini tidak masuk dalam kategori yang wajib dizakati, sebab harta utang adalah masuk kategori harta milik yang lemah.
الشافعية قالوا: اشتراط الملك التام، يخرج الرقيق والمكاتب، فلا زكاة عليهما، أما الأول فلأنه لا يملك، وأما الثاني فلأن ملكه ضعيف
Artinya: “Kalangan Syafiiyah berpendapat: Disyaratkan kemilikan sempurna sehingga dikecualikan (dari kewajiban zakat) yaitu budak murni dan budak cicilan (budak mukatab). Bagi keduanya tidak wajib zakat. Alasan untuk kategori budak yang pertama, disebabkan karena budak murni tidak memiliki hak kuasa atas dirinya. Sementara budak yang kedua, status kepemilikannya adalah lemah.” (Al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, tt., Juz 1, halaman 606).
Harta kulak yang diperoleh dari hasil utang dagang, status kepemilikannya adalah lemah, qiyas dengan status budak mukatab/ budak cicilan. Dalam beberapa kasus, terkadang barang yang dijual statusnya bukan milik penjual, melainkan tetap milik pedagang tengkulak, sementara penjual hanya merupakan wakil dari pihak pedagang tengkulak.