BPKH juga perlu menjelaskan bagaimana sistem investasinya, berapa banyak imbal hasil setiap tahun/bulan yang diperoleh, berapa banyak manfaat investasi yang dijadikan ‘subsidi’ untuk penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya, berapa anggaran yang tersedot untuk kepentingan operasional dan gaji pimpinan dan karyawan BPKH, kemana saja investasi di luar negeri ditempatkan, bagaimana dengan beban pajak, bagaimana implikasi pembatalan pemberangakatan haji tahun 2020 M terhadap keuangan haji di BPKH.
Semua informasi tersebut adalah informasi yang berhak dikases oleh publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UUKIP) karena BPKH berkedudukan sebagai badan hukum publik.
"Sayangnya, sampai saat ini BPKH belum memiliki struktur PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yang secara khusus dan rutin bertugas menerima dan menyampaikan data/informasi kepada publik," sesal Mustolih.
Lantaran minimnya transparansi, maka menurut Mustolih, wajar saja bila publik sampai saat ini banyak yang berspekulasi kemana dan bagaimana sesungguhnya dana calon jamaah haji digunakan, dikelola dan diinvestasikan.
Terlebih pada saat kondisi sekarang manakala perusahan investasi di sektor keuangan di berbagai negara tengah waswas menyalakan alarm kewaspadaan tingkat tinggi karena dibayang-bayangi krisis keuangan dan finansial karena masih didera pandemi Covid-19.
"BPKH harus menjelaskan kepada publik bagaimana posisi dana jutaan calon jamaah haji yang diinvestasikan di berbagai jenis investasi baik yang di simpan di bank maupun non bank, di dalam maupun di luar negeri, apakah memang benar-benar aman dan kuat dalam menghadapi krisis Covid-19 ini, tentu harus didukung dengan data-data yang solid dan meyakinkan," terang dia.
Sebagai catatan yang tidak banyak diketahui publik, Mustolih menyebut bahwa hasil investasi dana haji ternyata sebagian besar digunakan untuk mensubsidi penyelengaraan haji yang digelar setiap tahunnya.