Tiga Peristiwa Besar
Menurut Muhammad Ma’rufin Sudibyo, pengurus LF Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), berdasarkan data hisab Five Millenium Canon of Solar Eclipses yang disilangkan dengan data sejarah, pada zaman dahulu terdapat tiga peristiwa besar yang terjadi saat gerhana matahari.
Selain putra Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meninggal, peristiwa besar kedua adalah gerhana matahari total pada 9 Mei 1533 SM, bertepatan dengan masa Nabi Ibrahim Alaihissallam di tanah Palestina. Menurut Ma’rufin, gerhana tersebut berlangsung kala matahari dalam proses terbenam.
Peristiwa ketiga, Ma’rufin menyebut pernah juga terjadi gerhana matahari cincin (GMC) yang bertepatan dengan pertempuran puncak penaklukan tanah Palestina oleh pasukan di bawah pimpinan Nabi Yusya, tepatnya pada 30 Oktober 1207 SM.
Selain itu, gerhana matahari juga terjadi pada 24 November 569 M, berdekatan dengan masa kelahiran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Saat itu terjadi peristiwa gerhana matahari total (GMT), namun hanya terlihat sebagian di Kota Makkah.
"Di Kota Suci Makkah, gerhana itu nampak sebagai gerhana sebagian di pagi hari dengan 64 persen cakram matahari tertutupi," tutur Ma’rufin.
Konjungsi Bulan-Matahari
Lalu pada 29 Syawal 1441 Hijriah atau bertepatan dengan Minggu 21 Juni 2020, masyarakat Indonesia kembali menyaksikan gerhana matahari cincin (Annular).
Sebagian besar masyarakat Tanah Air berkesempatan menyaksikan gerhana matahari ini meski dalam wujud gerhana sebagian, karena hanya sebagian kecil paras matahari yang tertutupi oleh Bulan.
Gerhana matahari (al–kusuf asy–syams) terjadi saat bumi, bulan, dan matahari benar-benar sejajar dalam satu garis lurus ditinjau dari perspektif tiga dimensi, dengan bulan berada di antara bumi dan matahari.
KH Sirril Wafa, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan dalam khazanah ilmu falak, gerhana matahari terjadi bersamaan dengan konjungsi bulan-matahari (ijtima’) dengan bulan menempati salah satu di antara dua titik nodalnya.
Titik nodal, terang dia, merupakan titik potong khayali di langit di mana orbit bulan tepat memotong ekliptika (masir asy–syams) yakni bidang edar orbit bumi dalam mengelilingi matahari.
"Sebagai akibat kesejajaran tersebut maka pancaran sinar matahari yang menuju ke bumi akan terblokir sedikit oleh bulan. Maka peristiwa gerhana matahari selalu terjadi di siang hari," kata dosen Ilmu Falak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Lebih lanjut Kiai Sirril Wafa menjelaskan bahwa pemblokiran tersebut terjadi secara tidak merata di sekujur paras bumi yang sedang terpapar sinar matahari pada saat itu. Melainkan hanya di sektor–sektor tertentu yang bergantung pada geometri orbit Bulan kala kesejajaran tersebut terjadi. Hal tersebut mengingat ukuran bulan jauh lebih kecil dibanding bumi.
(Hantoro)