Rukun Hibah dalam Islam

Hantoro, Jurnalis
Minggu 27 Juni 2021 10:19 WIB
Ilustrasi rukun hibah dalam Islam. (Foto: Okezone)
Share :

3. Barang yang Dihibahkan (Al Mauhuub).

Di antara syarat-syarat berkenaan dengan harta yang dihibahkan adalah:

- Barangnya jelas ada pada saat dihibahkan.

Akad hibah (pemberian) suatu barang dinyatakan tidak sah, jika saat hibah, barang yang dihibahkan tidak ada. Misalnya, menghibahkan buah kebun yang akan ada dan berbuah tahun depan atau janin yang belum ada. Inilah pendapat mazhab Hanafiyah, Hanabilah dan Syafi’iyah. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, ‘Tidak sah hibah janin yang ada dalam perut dan susu yang masih belum diperas. Inilah pendapat Abu Hanifah rahimahullah, asy-Syafi’i rahimahullah dan Abu Tsaur rahimahullah, karena sesuatu yang dihibahkan itu belum ada dan tidak bisa diserahkan. (Al Mughni, 8/249)

- Barang yang dihibahkan sudah diserahterimakan. Inilah pendapat mayoritas Ulama.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Orang yang diberi hibah tidak bisa memiliki hibah tersebut kecuali setelah serah terima." (Al-Majmu', Syarhul Muhadzdzab, 16/351)

- Benda yang dihibahkan adalah milik orang yang memberi hibah.

Tidak boleh menghibahkan milik orang lain tanpa izin pemiliknya. Syarat ini adalah syarat yang telah disepakati para ulama.

Baca juga: Alergi, Anda Patut Mencoba Resep Herbal Ustaz Zaidul Akbar 

4. Shighat.

Shighat, menurut para ulama fikih, ada dua jenis yaitu shighat perkataan (lafazh) yang dinamakan ijab dan qabul; serta shighat perbuatan seperti penyerahan tanpa ada ijab dan qabul.

Para Ulama fikih sepakat ijab dan qabul dalam hibah itu mu’tabar (diperhitungkan), namun mereka berselisih tentang shighat perbuatan atau al mu'athah dalam dua pendapat.

Mayoritas para Ulama mensyaratkan adanya ijab dan qabul dalam hibah, sedangkan mazhab Hanabilah memandang al mu’athah (serah terima tanpa didahulu kalimat penyerahan dan penerimaan, red) dalam hibah itu juga sah selama menunjukkan adanya serah terima, dengan alasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dan para Sahabat Beliau pada zaman dahulu juga memberikan hibah dan menerimanya. Namun tidak dinukilkan dari mereka adanya syarat ijab dan qabul dan sejenisnya, sehingga tetap diberlakukan semua bentuk shighat boleh dalam hibah. Inilah pendapat yang dirajihkan penulis Kitab al Fiqhul Muyassar. (Lihat halaman 296)

Wallahu a'lam bishawab.

(Hantoro)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya