Setelah Jepang kalah perang dengan tentara sekutu atau NICA, lanjut dia, mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Agus menjelaskan, ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang pribumi dari kalangan santri.
"Dari sinilah mereka berpikir bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh rakyat Indonesia," terang penulis buku 'Atlas Wali Songo' ini.
Baca juga: Viral 2 Santri Rancang Robot Pendeteksi Dini Covid-19
Maka itu, menurut Agus, penetapan Hari Santri Nasional bukan hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari untuk membela Tanah Air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu.
Berdasarkan perjuangan santri itu pula Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Dalam pidatonya, Kepala Negara mengatakan penetapan ini dilakukan menginat peran santri termasuk KH Hasyum Asy’ari.
Baca juga: Memutus Penularan Covid-19, Ulama Dukung Gerakan Vaksinasi Santri
"Mengingat peran historis itu, mengingat peran sejarah itu, mengingat peran santri menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengingat peran tokoh-tokoh santri seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, KH Ahmad Hasan, Syech Ahmad Suropati, Kiai Mas Abdurahman, tadi dari Nahdlatul Ulama, dari Muhammadiyah, dari Persis, dari Al Irsyad, dari Mathaul Anwar, tadi juga dibisiki oleh Kiai Said Aqil Sirad (ketua umum PBNU), masih ada nama-nama perwira PETA yang berasal dari kalangan santri," ucap Presiden Jokowi pada 2015 lalu.
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)