Awal pembahasan terkait Ghurfatul Barokah (kamar pasutri) ini terjadi setelah proses tahap akhir rangkaian rukun haji selesai ditunaikan oleh semua jamaah haji, yakni tawaf ifadha-sa'i dan Tahallul. Rangkaian tersebut juga menandakan berakhirnya semua larangan semasa ihram termasuk hubungan suami istri.
Salah satu pasangan ada yang mengusulkan ke ketua rombongan agar posisi pengaturan kamar jamaah bisa disesuaikan ulang dengan usulan satu kamar di isi 3 pasang keluarga, dengan asumsi mereka bisa lebih dekat dengan pasangan masing-masing.
Sontak usulan tersebut menimbulkan pro dan kontra dari jamaah, ada yang merasa berat karena harus berkemas barang jadi ribet dan ada yang sudah merasa cocok dengan teman sekamar yang diatur sejak awal.
Kebuntuan saran dan diskusi soal ini, coba dipecahkan solusinya oleh Dicky sebagai petugas yang tergolong masih muda.
Bermufakat dengan 4 orang penghuni kamarnya di 310 agar bersedia merelakan kamarnya untuk jadi fasilitas Ghurfatul Barokah agar mereka juga bisa dapat Barokah ibadah khusus itu. Karena mereka yang berempat juga berangkat dengan istrinya tapi pisah kamar.
Akhirnya berhasil meyakinkan penghuni 2 kamar yang lain yang juga bersepakat berkontribusi menawarkan solusi.