Hari Pahlawan: 5 Ulama Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Pantang Takut Mengusir Penjajah

Hantoro, Jurnalis
Kamis 10 November 2022 11:10 WIB
Ilustrasi mengenal ulama pejuang kemerdekaan Indonesia di momen Hari Pahlawan 10 November. (Foto: Dok Okezone)
Share :

3. Kiai Masykur

KH Masykur adalah Menteri Agama pada tahun 1947–1949 dan 1953–1955. Ia lahir di Malang, Jawa Timur, pada 30 Desember 1904. Masa mudanya banyak ia habiskan untuk merantau dari pesantren ke pesantren. Pengembaraannya dimulai dari Pesantren Bungkuk di Singosari, berlanjut ke Pondok Sono, Siwalanpanji, Tebuireng, hingga berguru kepada Syaikhona Cholil Bangkalan.

Di masa-masa perjuangan revolusi pembebasan atas penjajahan, Kiai Masjkur aktif turut berjuang sebagai seorang pejuang dan ia juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (PETA). Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai Ketua Markas Tertinggi Sabilillah (1945-1947) diamanahkan kepada dirinya dan di masa Mr Amir Syarifuddin ia ditunjuk secara resmi untuk menjadi anggota Badan Pembela Pertahanan Negara.

4. Kiai Hasnawi Karim

Haji Hasnawi Karim BA adalah seorang akademisi dan pejuang Indonesia. Ia lahir di Batipuh Baruah, Tanah Datar, Sumatera Barat, pada 24 Desember 1924, dari pasangan keluarga Abdul Karim Datuk Rangkayo Marajo dengan Hajjah Nurqamar Amin. Berbagai profesi dan pekerjaan pernah digeluti olehnya.

Dimulai dari guru, pejuang, perwira, hingga pemimpin dan menjadi seorang ulama. Bahkan juga menjadi pemain dalam kancah politik. Hasnawi menjadi Imam Tentara Dinas Agama Tentara Staf A Territorium Sumatera Tengah, daerah Tanah Datar, untuk membina ketaatan beragama, menanamkan iman dan ketakwaan serta budi pekerti luhur para prajurit.

Hasnawi pernah menjadi kepala pendidikan dan latihan Pemuda Republik Indonesia (PRI) Batipuh X Koto Padang Panjang. Ia ikut berjuang dalam memperoleh kemerdekaan dan mengumpulkan bahan makanan dalam pembentukan BKR, TKR Batalyon Merapi yang dirampas dari gudang perbekalan Jepang di Batipuh.

Dalam Agresi Belanda II, Hasnawi pergi ke Tarutung untuk mencari persenjataan. Belum sampai ke tempat tujuan, ia diminta menyerahkan mobilnya kepada petugas di sana, karena untuk menyusun perjuangan yang sangat disegerakan. Akhirnya Hasnawi harus berjalan kaki untuk kembali ke Padang Panjang dengan menempuh perjalanan 18 hari siang malam.

"Telapak sepatu ABRI yang saya pakai dalam perjalanan 18 hari itu habis," ucap Hasnawi mengisahkan penderitaannya dalam perjuangan. 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya