3. Periwayatan Alquran dan hadis
Alquran seluruhnya dinukil secara mutawatir (periwayatan dari rawi yang banyak hingga bernilai keyakinan). Sehingga, ia memiliki qath’iyyatuts tsubut (validitas yang pasti).
Adapun hadis qudsi pada umumnya merupakan khabar ahad yang memiliki zhanniyatuts tsubut (validitas yang tingkat keyakinannya berupa sangkaan kuat). Maka itu, hadits qudsi terkadang shahih, terkadang hasan, dan terkadang lemah.
4. Makna dan lafal Alquran dari Allah Ta'ala
Alquran itu makna dan lafalnya dari Allah Subhanahu wa Ta'al. Alquran adalah wahyu Allah Ta'ala, baik dalam lafal maupun maknanya.
Sedangkan hadis qudsi maknanya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan lafalnya dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menurut pendapat yang shahih. Hadis qudsi adalah wahyu secara maknanya, bukan lafalnya. Oleh karena itu, boleh meriwayatkan hadis qudsi secara makna menurut jumhur ulama ahli hadits.
5. Membaca Alquran adalah ibadah
Membaca Alquran adalah aktivitas ta’abbud (ibadah). Ini yang disinggung dalam dalil-dalil keutamaan membaca kalamullah adalah membaca Alquran. Sebagaimana hadis:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Alquran, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipat-gandakan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam miim itu satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR At-Tirmidzi nomor 2910. Ia berkata, "hasan shahih gharib dari jalan ini")
Adapun membaca hadis qudsi bukan aktivitas ta’abbud dan tidak boleh dibaca pada qiraah dalam sholat. Namun, orang yang membaca hadis qudsi mendapat pahala secara umum (tergantung niatnya, pen) dan bukan pahala sepuluh kali lipat per huruf seperti yang disebutkan dalam hadis.