Di antara ulama yang berpendapat hadits itu mungkar adalah 'Abdurrahman bin Mahdiy, Imam Ahmad, Abu Zur'ah Ar-Rozi, dan Al Atsrom. Alasan mereka adalah karena hadits tersebut bertentangan dengan hadits berikut:
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ
"Janganlah mendahulukan Ramadhan dengan sehari atau dua hari berpuasa." (HR Muslim nomor 1082)
Jika dipahami dari hadits ini, berarti boleh mendahulukan sebelum Ramadhan dengan berpuasa dua hari atau lebih.
Al Atsrom mengatakan, "Hadits larangan berpuasa setelah separuh bulan Syaban bertentangan dengan hadits lainnya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berpuasa di bulan Syaban seluruhnya (mayoritasnya) dan beliau lanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan. Dan hadits di atas juga bertentangan dengan hadits yang melarang berpuasa dua hari sebelum Ramadhan. Kesimpulannya, hadits tersebut adalah hadits yang syadz, bertentangan dengan hadits yang lebih kuat."
At-Thahawiy mengatakan hadits larangan berpuasa setelah separuh bulan Syaban adalah hadits yang mansukh (sudah dihapus). Bahkan, Ath-Thohawiy menceritakan telah ada ijma' (kesepakatan ulama) untuk tidak beramal dengan hadits tersebut. Lalu mayoritas ulama memang tidak mengamalkan hadits tersebut.