Contoh Bacaan Saktah di Surat-Surat Alquran Lengkap dengan Pengertiannya

Hantoro, Jurnalis
Kamis 01 Februari 2024 13:33 WIB
Ilustrasi contoh bacaan saktah di surat-surat Alquran. (Foto: Shutterstock)
Share :

INILAH contoh bacaan saktah di surat-surat Alquran lengkap dengan pengertiannya. Saktah secara bahasa berarti mencegah. Sedangkan saktah secara istilah dalam ilmu tajwid adalah memutus satu kalimat dari kalimat setelahnya dengan kadar dua harakat/satu alif tanpa mengambil napas.

Dilansir nu.or.id, Ustadz Muhammad Tholhah al Fayyadl menerangkan saktah adalah bacaan yang berdasarkan riwayat yang diterima secara turun-menurun dari bacaan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam dan tidak boleh membaca saktah selain pada tempat-tempat yang dibaca saktah dalam riwayat yang shahih.

Menurut pendapat Ibnu Sa'dan, saktah boleh digunakan secara mutlak ketika membaca washl dalam setiap akhir ayat dengan tujuan menunjukkan bahwa kalimat tersebut berada di akhir ayat, akan tetapi pendapat ini tidak digunakan (Muhammad Ibnu Jazari, An-Nasyr fi al-Qira'at al-Asyr, (Dar Shahabah Thanta, 2002), volume 2, halaman 195 )

Asy-Syathibi merekam definisi saktah dalam nadham Hirzul Amani:

وسكتهم المختار دون تنفس ۞ وبعضهم في الأربع الزهر بسملا

Dan saktah yang dipilih para ulama adalah (berhenti) tanpa mengambil napas

Dan sebagian ulama tajwid membaca basmalah dalam awal empat surat yang masyhur

Dan al-Ja'bari mendefinisikan saktah sebagai memutus suara dalam waktu yang singkat di bawah masa mengambil napas dengan gambaran seandainya saktah dilakukan dalam waktu lama, niscaya akan serupa dengan waqf (berhenti) (Muhammad Ibnu Jazari, An-Nasyr fi al-Qira'at al-Asyr, 2: 193) 

Dalam riwayat Imam Hafsh dari Imam Ashim, bacaan saktah dalam Alquran terdapat dalam dua kategori, yaitu:

Pertama, saktah yang disepakati, yaitu bacaan yang hanya memiliki satu cara baca (saktah) dan hanya ada dalam qiraat Imam Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh sebagaimana yang dicatat oleh Asy-Syathibi dalam nadham Hirzul Amani

وسكتة حفص دون قطع لطيفة ۞ على ألف التنوين في عوجا بلا وفي نون من راق ومرقدنا ولا ۞ م بل ران والباقون لا سكت موصلا

Dan saktah menurut Imam Hafsh diterapkan tanpa memutus runtutan kalimat dan dibaca samar. Maka terapkanlah ketika membaca alif tanwin pada lafadz عوجا. Dan di dalam huruf Nun pada lafadz (من راق) dan lafadz (مرقدنا), serta di dalam huruf lam pada lafadz (بل ران), sedangkan selain Imam Hafsh tidak membaca saktah (dalam contoh-contoh di atas).

1. Saktah dalam Surat Al Kahfi Ayat 1–2

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا (١) قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (٢)

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok, (Dia menurunkan Alquran) sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik." (QS Al Kahfi: 1–2)

Ini adalah contoh saktah pada alif perubahan dari tanwin. Hikmah adanya saktah dalam lafadz (عِوَجًا) adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa lafadz (قَيِّمًا) yang bermakna lurus sebagai sifat/na'at dari lafadz (عِوَجًا) yang bermakna bengkok. Seandainya tidak terbaca saktah mungkin saja pendengar akan memahami makna yang dimaksud adalah ”Dia tidak menjadikannya bengkok yang lurus." Padahal, yang dikehendaki dalam susunan ayat ini adalah (قَيِّمًا) terbaca nashab/fathah sebab amil fi’il berupa lafadz (أنزله) yang disimpan sehingga makna yang dikehendaki adalah “Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai bimbingan yang lurus yang tidak ada kebengkokan sedikitpun di dalamnya” (Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib, al-Kasyaf ‘an Wujud al-Qiraat as-Sab’i wa ‘Ilaliha wa Hujajiha [Beirut: Muassasah ar-Risalah Beirut], 1997, vol. 2 hal. 55).

2. Saktah dalam Surat Yasin Ayat 52

قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (٥٢)

Mereka berkata, "Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya)” (QS Yasin: 52)

Ini adalah contoh saktah di tengah ayat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz (مَرْقَدِنَا) adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa lafadz (هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ) adalah satu rangkaian dalam ucapan orang kafir yang berupa (يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا). Seandainya tidak terbaca saktah mungkin saja pendengar akan memahami makna yang dimaksud adalah “Mereka (orang kafir) berkata,”Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur), inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih”. Padahal, menurut riwayat Qatadah yang dikehendaki dalam susunan ayat ini adalah (هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ) “inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih” sebagai ucapan orang yang beriman, sedangkan (يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا) “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)” sebagai ucapan orang kafir. Dan saktah disini sebagai pemisah dua ucapan yang dilontarkan oleh dua kelompok yang berbeda yaitu orang beriman dan orang kafir (Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib, al-Kasyaf ‘an Wujud al-Qiraat as-Sab’i wa ‘Ilaliha wa Hujajiha, 2: 55) 

3. Saktah dalam Surat Al Qiyamah Ayat 27

وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (٢٧)

“Dan dikatakan (kepadanya), “Siapa yang dapat menyembuhkan?” (QS Al-Qiyamah: 27).

Ini adalah contoh saktah di tengah rangkaian kalimat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz (مَنْ رَاقٍ) adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa susunan kalimat (مَنْ رَاقٍ) yang dibaca berbentuk satu-kesatuan lafadz berupa (مرّاق) yang bermakna “orang yang sering berperang”. Seandainya tidak dibaca saktah bisa saja pendengar memahami ayat berupa (وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ) yang bermakna “Dan dikatakan (kepadanya), “Wahai orang yang sering berperang”. Tentu, kesalahpahaman ini berdampak mengubah makna ayat yang dikehendaki Allah (Muhammad ash-Shadiq Qamhawi, Thala’i al-Basyar fi Tawjih al-Qira’at al-‘Asyr [Kairo: Dar al-‘Aqidah], 2006, hal. 10)

4. Saktah dalam Surat Al Muthaffifin Ayat 14

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (١٤)

“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka” (QS Al Muthaffifin: 14)

Ini adalah contoh saktah di tengah rangkaian kalimat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz (بَلْ رَانَ) adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa susunan kalimat (بَلْ رَانَ) yang berbentuk satu-kesatuan lafadz berupa (برّان) yang bermakna “dua orang yang menepati janji (bentuk ganda/tatsniyyah dari lafadz بر)”. Tentu, kesalahpahaman ini berdampak mengubah makna ayat yang dikehendaki Allah (Muhammad ash-Shadiq Qamhawi, Thala’i al-Basyar fi Tawjih al-Qira’at al 'Asyr, halaman 10) 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya