Dia menerangkan, memilih pemimpin harus didasarkan pertimbangan kompetensi mengemban amanah kepemimpinan guna mewujudkan kemaslahatan.
"Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih, meminta petolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diberi pemimpin yang shidiq atau jujur, yang amanah atau dapat dipercaya, yang tabligh atau punya kemampuan ekskusi, serta yang fathanah atau punya kompetensi," paparnya.
"Tidak boleh memilih karena sebab sogokan atau pemberian harta semata. Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal dengan serangan fajar. Hukumnya haram," jelasnya.
"Meneriman sogokan politik yang kemudian mendorong orang untuk memilih orang yang tidak kompeten hukumnya haram," imbuh guru besar ilmu fikih ini.
Dalam kesempatan tersebut, Kiai Niam menjelaskan bahwa MUI telah menetapkan fatwa tentang Hukum Permintaan dan/atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Kalimantan Selatan pada 2018.