Riwayat lain menyebutkan seorang perempuan yang menghitung zikirnya dengan biji atau kerikil. Rasulullah SAW tidak melarang, hanya mengajarkan bacaan lain yang lebih singkat dan lebih utama [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].
Tradisi ini kemudian berkembang. Biji-bijian atau kerikil disusun menjadi untaian agar lebih praktis, sehingga lahirlah apa yang dikenal sekarang sebagai tasbih. Ia bisa terbuat dari kayu, batu, biji kurma, bahkan plastik. Jumlah butirnya pun biasanya 33 atau 99, menyesuaikan bilangan dzikir yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Sejumlah hadits sahih menegaskan, menghitung zikir dengan jari tetap lebih utama. Rasulullah SAW sendiri pernah terlihat menghitung dengan jari kanannya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ، قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ: بِيَمِينِهِ
“Dari Abdullah bin Amr Ra berkata: Aku pernah melihat Rasulullah SAW menghitung tasbih dengan tangan kanannya.” [HR. Abu Dawud].
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah SAW menganjurkan para perempuan Muhajirin untuk menghitung dengan jemari, karena jari-jari kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah:
عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلا تَغْفَلْنَ فَتَنْسَيْنَ التَّوْحِيدَ، وَأَعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْؤُولاتٍ وَمُسْتَنْطَقَاتٍ
Artinya : “Hendaklah kalian menghitung dengan jari-jari, karena sesungguhnya jari-jari itu nanti akan dimintai pertanggungjawaban dan diminta untuk berbicara.” [HR. al-Hakim, at-Tirmidzi, Abu Dawud].
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)