Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Perang Senjata Mainan Warnai Lebaran di Aceh

Salman Mardira , Jurnalis-Minggu, 11 Agustus 2013 |23:02 WIB
Perang Senjata Mainan Warnai Lebaran di Aceh
Sejumlah anak di Aceh siaga dengan senjata mainan (Foto Salman Mardira/Okezone)
A
A
A

PERANG senjata mainan menjadi kegemaran anak-anak di Aceh saat lebaran. Mereka 'bertempur' di jalan raya seperti yang pernah diperlihatkan GAM dan TNI-Polri dulu.

Rajif Fandi (11) siaga di atas Meunasah (surau) Gampong Pupu, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh dengan senjata mainan mirip AK-47 di tangannya. Matanya awas memantau pergerakan mobil yang melintas di Jalan Nasional Banda Aceh-Medan, sekira 13 meter di depannya.

Dari kejauhan seunit mobil pikap yang mengangkut sejumlah anak-anak seusianya, terus bergerak mendekat. Mereka juga memegang senjata mainan.

Fandi langsung mengokang 'bedil', sambil jongkok di belakang dinding meunasah agar aman untuk menyerang. Saat pikap itu melintas di depannya, seketika trap..trap..trap...! Bersama sembilan rekan sebaya, Fandi memuntahkan peluru plastik dari senjatanya ke arah anak-anak dalam mobil.

Merasa diserang, anak-anak itu pun membalas tembakan dengan senjata mainan di tangan, dari atas mobil yang terus berjalan. Kedua kubu terlibat kontak tembak beberapa detik, kemudian berhenti waktu mobil sudah menjauh.

Fandi dan teman-temannya tertawa puas, seakan baru saja memenangkan pertempuran. Beberapa di antara mereka memungut peluru-peluru plastik yang baru saja dilepas 'lawan'. Tak ada yang terkena tembakan.
 
Begitulah suasana perang-perangan dilakoni anak-anak dalam menghabiskan liburan Idul Fitri 1434 Hijriah di Aceh. Meski berisiko mata terkena peluru, tapi tak menyurut niat mereka untuk adu nyali. "Kami hanya main-main (iseng) aja, tes senjata," kata Fandi saat ditanyai Okezone.

Perang melibatkan dua kubu anak-anak yakni yang melintas di jalan dengan yang menunggu di pinggir jalan bukan hanya terjadi di Gampong Pupu. Pemandangan ini juga terlihat di sepanjang Jalan Nasional Banda Aceh-Medan saat lebaran, mulai dari Kabupaten Pidie hingga Aceh Timur.

Aksi perang-perangan ini terjadi setiap kali lebaran. Perang tentu bukan sesuatu yang asing bagi mereka yang hidup di tanah bekas konflik bersenjata seperti Aceh.

Anak-anak yang sudah membeli senjata mainan membuat kelompok-kelompok kecil sesama temannya, kemudian menunggu pikap atau truk yang mengangkut anak-anak melintas di pinggir jalan atau semak-semak.

Saat lebaran, anak-anak lebih suka bepergian dengan pikap atau truk bak terbuka. Mereka rata-rata juga memiliki senjata mainan, siap membela diri saat diserang.

Aksi anak-anak ini persis meniru pola perang yang melibatkan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan aparat keamanan Indonesia. GAM kerap menunggu truk-truk TNI-Polri melintas di jalan raya, kemudian menyerangnya.

Kalau GAM dan aparat keamanan saat itu tak pandang bulu untuk saling melumpuhkan, anak-anak ini justru lebih sportif dalam berperang. Mereka tidak akan menyerang lawan yang melintas tanpa senjata.

Seperti diperlihatkan Fandi dan kawan-kawan, ketika bersiap memberondong sebuah pikap yang akan melintas di depannya, tiba-tiba moncong senjata mereka langsung di arahkan ke bawah mana kala beberapa anak-anak dalam pikap itu mengangkat tangan, tanda mereka tak ada senjata. Pikap itu dibiarkan lewat tanpa diserang.

"Yang penting kasih kode aja, kami juga begitu kalau habis peluru tinggal angkat tangan aja pas lihat mereka (dalam pikap/truk). Itu tidak akan ditembak lagi," tutur Aan (13), teman akrab Fandi yang saat itu memegang senjata mainan mirip RPD.

Senjata mainan memang menjadi favorit anak-anak di Aceh saat lebaran. Bermacam aneka aneka senjata mainan yang mirip senjata asli ini laku keras dalam beberapa hari ini. Penjaja senjata mainan musiman yang bermunculan di sana-sana saat lebaran, kebanjiran rezeki.

"Mobil-mobilan, robot, pesawat hampir tidak ada yang minta. Hanya senjata (mainan) yang banyak laku, peluru plastik dan mercon," kata Adi, seorang pedagang senjata musiman yang mangkal di Pasar Ulee Gle, Pidie Jaya.

Harga senjata mainan mulai dari Rp30 ribu hingga Rp100 ribu, tergantung jenis dan ukurannya. Dari beberapa jenis senjata, senjata jenis shotgun paling diminaati anak-anak. "Shotgun Rp30 sampai Rp40 ribu satu," ujarnya.

Jenis shotgun disukai karena lebih cepat dalam mengokang dan menembak. "Karena ini kokangnya di bawah, bisa langsung dikokang begini terus ditembak langsung," jelas Martunis (12) bocah Gampong Meunasah Pupu sambil memperagakan penggunaan senjata shotgunnya.

Martunis mengaku sering dimarahin sama orangtuanya saat ketahuan ikut perang-perangan. Makanya ia bersama teman-temannya sering curi-curi kesempatan untuk main tembak-tembakan. "Kalau ayah datang kami lari," sebutnya.

Kekhawatiran sang orangtua cukup beralasan, karena meski hanya berpeluru plastik tapi senjata itu bisa saja menciderai, misalnya terkena mata. "Bola mata bisa pecah kalau terkena peluru plastik ini. Kenak di badan saja bisa lebam (memar), apalagi kalau kena mata," kata Faisal (33) seorang warga.

Faisal menuturkan pengalaman seorang kenalannya yang anaknya harus menjalani operasi mata akibat terkena peluru plastik saat main tembak-tembakan dengan teman-temannya. "Sampai sekarang matanya belum normal," sebutnya.

Bukan hanya berisiko bagi mereka yang terlibat, aksi perang-perangan para bocah ini juga cukup meresahkan pengguna jalan. Karena sering kali saat mereka menyerang 'lawan' peluru yang mereka lepaskan justru mengenai pengendara lain.

"Saya waktu melintas di kawasan Gle Paru (Pidie Jaya) tadi juga begitu bang. Saya naik motor boncengan sama saudara, tiba-tiba anak-anak di pinggir jalan menembak anak-anak yang di mobil. Saya terjebak, memar tangan saya kena peluru plastik," cerita Saiful warga Teupin Raya, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.

Menurutnya aksi perang-perangan bocah ini sebaiknya dihentikan saja. "Karena banyak mudaratnya, bahaya bagi mereka sendiri, bahaya untuk kita juga," sebutnya.

Untuk menghentikan aksi ini, Saiful menilai butuh peran aktif orangtua mengawasi anak-anaknya dan melarang penjualan senjata saat lebaran.

Bebasnya membeli senjata mainan memudahkan mereka untuk meniru semua aksi tembak menembak dalam film action yang mereka tonton. Mereka seakan melupakan bahanya risiko, dibalik sensasi yang dirasakan lewat perang-perangan. (ris)

(Salman Mardira)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement